Kanker adalah salah satu penyebab kematian utama di dunia. Karena banyak jenis kanker baru terdeteksi pada tahap lanjut — yaitu ketika sudah timbul gejala dan seringkali telah menyebar — maka prognosis (hasil pengobatan) seringkali buruk. Maka, munculnya teknologi skrining baru yang dapat mendeteksi kanker lebih awal merupakan perkembangan yang sangat penting.
Baru-baru ini, terdapat tes darah yang disebut sebagai tes deteksi dini beberapa kanker (Multi-Cancer Early Detection / MCED) yang diklaim mampu mendeteksi lebih dari 50 jenis kanker — bahkan sebelum gejala muncul. Contoh paling dikenal adalah Galleri® test dari perusahaan GRAIL, Inc.. Tes ini menargetkan DNA atau fragmen sel kanker yang “terlepas” ke aliran darah.
Dalam artikel ini kita akan membahas bagaimana tes ini bekerja, bukti ilmiah yang ada, manfaatnya, batasan dan risiko, siapa yang cocok menjalani, serta implikasi bagi sistem kesehatan — termasuk untuk Indonesia.
Pada dasarnya, sel-kanker (baik yang sudah besar maupun yang masih kecil) dapat melepaskan fragmen DNA, RNA, atau protein ke dalam aliran darah. Tes MCED menargetkan bahanbiomarker ini—seringkali berupa “cell-free DNA” (cfDNA), atau fragmen DNA yang berasal dari sel tumor (circulating tumour DNA, ctDNA) atau perubahan epigenetik (misalnya metilasi DNA) yang khas untuk sel kanker.
Setelah darah diambil, laboratorium akan memprosesnya dan menggunakan teknologi biologi molekuler (misalnya sekuensing DNA, analisis metilasi, machine-learning) untuk mendeteksi “sinyal” yang menunjukkan adanya sel kanker, dan bahkan dalam beberapa kasus memperkirakan asal organ kanker tersebut (“cancer signal of origin”).
Galleri® test: Tes ini diklaim dapat mendeteksi > 50 jenis kanker dengan satu pengambilan darah.
Tes lain: Cancerguard™ test dari Exact Sciences juga mencantumkan deteksi > 50 jenis kanker menggunakan kombinasi biomarker DNA metilasi + protein.
Hanya diperlukan satu kali pengambilan darah sederhana — lebih mudah dan kurang invasif dibanding skrining spesifik (misalnya colonoscopy, mammografi) untuk banyak organ.
Menjangkau jenis kanker yang selama ini tidak memiliki skrining rutin (misalnya pankreas, hati, ginjal, sarcoma) sehingga potensi untuk “menangkap” kanker di tahap awal lebih besar.
Dapat memberi informasi organ asal sehingga memandu pemeriksaan lanjutan dengan lebih efisien.
Menurut rilis dari GRAIL mengenai studi PATHFINDER 2, saat tes Galleri ditambahkan ke skrining standar (untuk jenis kanker yang sudah memiliki rekomendasi skrining) maka deteksi kanker meningkat lebih dari tujuh kali lipat.
Secara spesifik:
Episode sensitivity (kemampuan tes mendeteksi kanker yang akan dikonfirmasi dalam 12 bulan setelah pengambilan darah) untuk 12 kanker yang bertanggung jawab atas dua-pertiga kematian kanker di AS: ~73,7%.
Untuk semua kanker, episode sensitivity adalah ~40,4%.
Daftar jenis kanker yang bisa terdeteksi oleh Galleri mencakup > 50 jenis, dari adrenal, ampulla of Vater, anus, hingga uterus-sarcoma.
Tes ini tidak mendeteksi semua kanker dan bukan pengganti skrining rutin.
Banyak aspek masih belum diketahui: misalnya apakah deteksi dini oleh MCED benar-benar mengurangi kematian akibat kanker (“survival benefit”) dalam skala populasi.
Biaya, cakupan asuransi, dan rekomendasi klinis belum mapan.
Sensitivitas 40% untuk “semua kanker” berarti bahwa dari 100 orang yang mempunyai kanker dalam fase yang seharusnya bisa dideteksi oleh tes, sekitar 40 akan positif lewat tes ini — dan 60 masih bisa negatif walaupun ada kanker.
False positive yang rendah adalah keuntungan (lebih sedikit orang tanpa kanker yang “dipanggil” untuk pemeriksaan lanjut), namun bahkan dengan false positive rendah, setiap hasil positif memerlukan tindak lanjut diagnostik (imaging, biopsi) yang bisa memunculkan kecemasan dan biaya.
Perlu disadari bahwa deteksi lebih awal tidak otomatis berarti hasil pengobatan akan selalu jauh lebih baik — tergantung jenis kanker, seberapa cepat diobati, dan seberapa agresif kanker tersebut.
Banyak kanker tidak memiliki program skrining yang dibuktikan secara besar-besaran (misalnya pankreas, hati, ginjal, esofagus). Dengan tes MCED, jenis-kanker ini bisa “dijangkau”. Sebagai contoh, artikel rumah sakit menyebut bahwa tes Galleri kini ditawarkan di Frederick Health (Maryland, AS) untuk mendeteksi kanker ginjal, pankreas, lambung, dan tulang sebelum gejala muncul.
Semakin awal kanker ditemukan, semakin kecil kemungkinan telah menyebar, dan pilihan pengobatan bisa lebih ringan dan lebih efektif. Deteksi dini juga bisa mengurangi beban biaya pengobatan yang tinggi pada stadium lanjut.
Hanya berupa pengambilan darah sekali — tanpa perlu prosedur invasif seperti colonoscopy atau pap smear (untuk jenis kanker tertentu) atau biopsi sebagai skrining awal. Sehingga berpotensi meningkatkan kepatuhan skrining dan memudahkan implementasi populasi besar.
Jika terbukti efektif, MCED bisa menjadi tambahan skrining nasional yang memungkinkan deteksi kanker lebih luas dan sebelumnya. Untuk negara-negara dengan sumber daya terbatas, bisa menjadi “game-changer”.
Meski menjanjikan, MCED tidak menggantikan metode skrining yang telah terbukti (mammografi untuk payudara, kolonoskopi untuk usus besar, pap smear untuk serviks, CT-scan dosis rendah untuk paru pada kelompok berisiko). Organisasi seperti American Cancer Society menekankan bahwa MCED saat ini hanya melengkapkan, bukan mengganti.
Apakah deteksi lebih awal secara rutin melalui MCED benar-benar mengurangi kematian akibat kanker atau hanya mendeteksi kanker yang “lebih lambat” atau “kurang agresif”.
Biaya efeknya: tes sendiri, plus pemeriksaan lanjutan (imaging, biopsi) jika positif, bisa menambah beban biaya kesehatan.
Risiko overdiagnosis: mendeteksi kanker yang mungkin tumbuh sangat lambat sehingga tidak akan pernah menimbulkan masalah klinis (dan pengobatannya mungkin lebih membahayakan daripada manfaatnya).
Kesalahan (false negatives dan false positives): Walaupun false positive rate rendah, tetap ada. Satu hasil positif akan memicu rangkaian diagnostik — bisa memunculkan kecemasan, biaya, serta risiko komplikasi.
Sensitivitas bervariasi antar jenis kanker dan tahap. Beberapa jenis kanker melepaskan sedikit DNA ke aliran darah, sehingga mungkin sulit terdeteksi. Sebuah studi menunjukkan heterogenitas sensitivitas antar jenis dan stadium kanker.
Tes ini masih belum disetujui secara penuh oleh regulator di banyak negara (contoh: FDA di AS) untuk penggunaan populasi umum.
Karena terbatasnya bukti, tes ini saat ini lebih direkomendasikan untuk orang dengan risiko kanker lebih tinggi—misalnya usia ≥ 50 tahun, memiliki riwayat keluarga kanker, paparan lingkungan/kerja berisiko tinggi, atau faktor risiko lain.
Di banyak negara, tes ini mungkin belum ditanggung oleh asuransi, sehingga harus dibayar sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan keadilan akses.
Berdasarkan pedoman dan literatur saat ini, orang yang mungkin mempertimbangkan tes MCED seperti Galleri adalah:
Usia sekitar ≥ 50 tahun atau sesuai rekomendasi lokal.
Tidak memiliki gejala kanker, tetapi memiliki faktor risiko: misalnya riwayat keluarga kanker, paparan zat karsinogen (rokok, alkohol, radiasi, bahan kimia), obesitas, penyakit kronis tertentu.
Telah menjalani skrining rutin yang direkomendasikan (payudara, kolorektal, serviks, paru jika berisiko), dan ingin menambahkan cakupan skrining yang lebih luas.
Bersedia melakukan tindak lanjut jika tes positif (imaging, biopsi) dan memahami bahwa hasil negatif bukan jaminan mutlak bebas kanker.
Belum ada konsensus definitif tentang frekuensi terbaik tes MCED. Beberapa opsi: satu kali tes, kemudian diulang setiap 1–2 tahun, atau sesuai saran dokter dan kondisi risiko individu. Karena bukti masih berkembang, keputusan harus bersama dokter (shared decision-making).
Sebelum menjalani tes, beberapa pertanyaan yang baik untuk ditanyakan:
Apakah saya kandidat yang cocok berdasarkan usia, risiko, kondisi kesehatan?
Jenis kanker apa yang tes ini bisa deteksi dan apa batasannya?
Apa tingkat sensitivitas dan spesifisitas untuk kondisi saya?
Jika hasil positif, apa langkah lanjutan yang akan dilakukan? Apakah saya siap menjalani itu?
Biaya tes dan pemeriksaan lanjutan — apakah asuransi saya menanggung?
Apa implikasi hasil negatif — apakah masih perlu skrining rutin seperti biasa?
Jika terbukti bahwa tes MCED benar-benar menurunkan angka kematian akibat kanker secara populasi, maka sistem kesehatan bisa mengalami perubahan besar: dari skrining organ-by-organ yang terpisah menjadi satu tes darah “pan-kanker” sebagai skrining tambahan. Media menulis bahwa tes seperti Galleri bisa menjadi “game changer”.
Infrastruktur laboratorium: Memerlukan fasilitas biologi molekuler, sekuensing DNA/metilasi, data besar (big data) dan analitik.
Kepastian regulasi dan rekomendasi klinis: Banyak badan kesehatan masih menunggu bukti jangka panjang sebelum merekomendasikan secara luas.
Pengaturan biaya dan pembiayaan: Siapa yang menanggung biaya tes dan pemeriksaan lanjutan jika positif? Jika tidak diatur dengan baik, bisa menimbulkan ketidakadilan akses.
Risiko “kesalahan” dan dampaknya: Hasil positif yang ternyata negatif (false positive) bisa memicu kecemasan, prosedur invasif yang tak perlu, pemborosan. Hasil negatif yang ternyata kanker (false negative) bisa membuat orang salah merasa aman.
Di negara-negara berkembang, tantangannya bisa lebih besar: keterbatasan infrastruktur, biaya tinggi, kurangnya akses ke pemeriksaan lanjutan. Namun, potensi manfaatnya juga besar: mendeteksi kanker yang selama ini tidak mudah dijangkau skriningnya. Jika diterapkan dengan tepat, bisa mempercepat deteksi kanker di luar organ yang sudah banyak skriningnya.
Pemerataan akses harus menjadi perhatian: jika tes ini hanya untuk orang yang mampu bayar, maka bisa memperlebar ketimpangan kesehatan. Edukasi masyarakat sangat penting agar orang memahami apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan tes ini.
Indonesia menghadapi beban kanker yang semakin meningkat. Banyak jenis kanker baru dideteksi pada stadium lanjut. Skrining untuk banyak jenis kanker masih terbatas: misalnya payudara, serviks, kolorektal pada beberapa fasilitas, namun belum secara menyeluruh.
Infrastruktur: Apakah laboratorium lokal di Indonesia siap melakukan analisis sekuensing/metilasi seperti yang diperlukan tes MCED? Mungkin perlu kerjasama internasional atau pengembangan lokal.
Biaya: Biaya tes MCED saat ini tinggi di negara maju — perlu dikaji apakah ekonomis di Indonesia. Apakah asuransi nasional (BPJS) akan menanggung?
Risiko: Untuk implementasi, perlu panduan lokal yang memperhitungkan populasi Indonesia (faktor genetik, eksposur lingkungan, usia rata-rata diagnosis, sumber daya).
Prioritas: Mungkin lebih efektif untuk memprioritaskan skrining organ-spesifik (misalnya serviks, payudara, kolorektal) yang sudah terbukti di populasi Indonesia dahulu — kemudian sebagai tambahan gunakan MCED.
Edukasi masyarakat: Penting agar masyarakat memahami bahwa tes ini bukan pengganti gaya hidup sehat, skrining rutin, dan kunjungan medis.
Misalkan di sebuah kota besar di Indonesia, klinik besar menawarkan tes MCED bagi usia di atas 50 tahun dengan biaya terjangkau. Orang yang lulus skrining dengan hasil negatif tetap mengikuti pemeriksaan rutin—dan yang positif langsung dirujuk ke tim onkologi untuk pemeriksaan lanjutan. Evaluasi jangka panjang dilakukan: apakah dengan program ini jumlah kanker stadium lanjut berkurang? apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat?
Pemerintah dan lembaga kesehatan Indonesia perlu memantau perkembangan bukti ilmiah dari MCED.
Disarankan untuk melakukan studi lokal/klinis untuk mengetahui bagaimana performa tes MCED di populasi Indonesia (genetik, lingkungan, prevalensi kanker lokal).
Sebelum adopsi luas, pastikan ada protokol tindak lanjut yang jelas jika hasil tes positif—termasuk akses ke layanan diagnostik dan pengobatan.
Pastikan edukasi masyarakat bahwa tes ini melengkapi, bukan menggantikan skrining yang sudah ada.
Kajian biaya-manfaat lokal – apakah pengenalan tes MCED di Indonesia akan memberikan manfaat secara ekonomis dan klinis.
Berbagai liputan media memberikan gambaran menarik:
Sebuah artikel menyebut bahwa tes Galleri dapat mendeteksi lebih dari 50 jenis kanker dan telah dipakai pada >23.000 orang tanpa gejala di AS/Kanada — hasil awal menunjukkan bahwa dari 216 positif dengan sinyal kanker, 133 dikonfirmasi kanker (akurasi ~61,6%) dan false positive rate hanya ~0,4%.
Namun, berbagai ulasan menekankan bahwa sensitivitas (kemampuan mendeteksi kanker yang ada) masih rendah untuk beberapa jenis kanker dan tahap awal, dan bahwa tes ini belum disetujui secara penuh sebagai skrining populasi.
Apakah deteksi dini lewat MCED benar-benar menurunkan angka kematian?
– Meskipun masuk akal secara biologis, diperlukan bukti dari studi jangka panjang yang menunjukkan bahwa orang yang dites dan positif lalu diobati lebih dini hidup lebih lama atau lebih sehat dibanding yang tidak dites.
Jenis kanker mana yang paling/kurang bisa dideteksi?
– Ada heterogenitas besar antar jenis kanker dan antar stadium. Sebuah studi Bayesian menunjukkan bahwa sensitivitas sangat bervariasi antar jenis dan tahap kanker.
Berapa sering tes harus dilakukan?
– Belum ada konsensus. Terlalu sering bisa menimbulkan biaya & efek samping (tes lanjutan yang tak perlu), terlalu jarang bisa kehilangan kesempatan deteksi awal.
Bagaimana tindak lanjut setelah hasil positif?
– Protokol belum baku. Jika hasil positif dan pemeriksaan lanjutan negatif, bagaimana keputusan? Apakah akan diulang? Apakah ada risiko investigasi berlebihan?
Biaya vs manfaat (cost-effectiveness)?
– Apakah pengenalan tes ini secara luas akan lebih hemat atau justru meningkatkan biaya kesehatan? Studi ekonomi perlu dilakukan terutama di tiap negara.
Etika & keadilan akses
– Jika tes hanya untuk yang mampu bayar atau di negara kaya, maka bisa memperlebar kesenjangan kesehatan.
Tes darah MCED yang dapat mendeteksi lebih dari 50 jenis kanker sebelum munculnya gejala adalah kemajuan teknologi skrining yang sangat menjanjikan. Keunggulannya antara lain: cakupan yang sangat luas, prosedur yang sederhana, potensi deteksi ulang kanker yang selama ini sulit dijangkau skriningnya. Namun, banyak batasan dan pertanyaan masih terbuka: sensitivitas yang bervariasi, bukti efek terhadap kematian, biaya, regulasi, dan adaptasi ke konteks tiap negara.
Untuk saat ini, tes ini bisa dianggap sebagai pelengkap skrining kanker rutin, bukan pengganti. Bagi individu dengan risiko kanker lebih tinggi atau yang ingin cakupan skrining lebih luas, tes ini bisa menjadi opsi — tetapi diskusi dengan dokter sangat penting.
Di Indonesia, implementasi perlu disesuaikan dengan kondisi lokal: infrastruktur, biaya, edukasi, serta pemeriksaan lanjutan harus dipersiapkan. Jika dilakukan dengan bijak, teknologi ini bisa membantu mempercepat deteksi kanker di tahap awal dan meningkatkan hasil pengobatan.
By : BomBom
Musim batuk kembali melanda! Kenali tiga penyebab utama seperti perubahan suhu, polusi udara, dan dehidrasi…
Tragedi maut di Jakarta Barat! Satu korban tewas akibat ledakan tabung gas dengan luka bakar…
Pelajari apa itu hipertensi, gejala yang sering diabaikan, penyebab utamanya, serta 5 cara sederhana untuk…
https://yokmaju.com/