Sebuah kisah unik sekaligus menggelitik datang dari Thailand. Seorang pria dilaporkan melakukan tindakan ekstrem demi “melindungi” organ vitalnya. Dalam upaya yang sulit diterima akal sehat, pria tersebut nekat mengunci alat kelaminnya dengan cincin baja, karena takut “dicuri” atau disalahgunakan oleh orang lain.
Sayangnya, tindakan nyeleneh itu berakhir tragis. Bukan keamanan yang didapat, melainkan rasa sakit luar biasa dan pembengkakan parah, hingga akhirnya ia harus dilarikan ke rumah sakit. Kisah ini bukan hanya mengundang tawa dan keheranan, tetapi juga menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya logika, kesehatan mental, dan pemahaman medis yang benar.
Menurut laporan media lokal di Thailand, insiden ini terjadi di wilayah Bangkok bagian utara. Pria berusia 38 tahun itu (namanya tidak disebutkan untuk menjaga privasi) datang ke rumah sakit dengan wajah menahan sakit, mengenakan celana longgar, dan berjalan dengan sangat hati-hati.
Ketika petugas medis menanyakan keluhannya, ia dengan malu-malu mengaku bahwa alat kelaminnya bengkak dan terjepit oleh sebuah cincin baja yang tidak bisa dilepaskan. Setelah diperiksa, dokter terkejut melihat bahwa cincin tersebut menjerat pangkal penisnya dengan sangat kuat, hingga aliran darah ke organ tersebut hampir terhenti.
Pria itu mengaku sudah memakai cincin baja itu selama lebih dari dua hari. Ia mengatakan bahwa tujuan awalnya bukan untuk kegiatan seksual, melainkan untuk “melindungi diri”. Dalam pengakuannya yang membingungkan, ia berkata bahwa dirinya “takut organ vitalnya dicuri orang”, sehingga berpikir cincin baja bisa berfungsi sebagai semacam kunci atau pelindung.
Ketika diinterogasi lebih jauh oleh pihak medis dan kepolisian, pria tersebut menjelaskan bahwa ia sering mendengar kabar di internet tentang “pencurian organ manusia”, termasuk bagian-bagian vital pria. Ia mengaku menjadi paranoid dan tidak bisa tidur karena ketakutan itu.
Ia akhirnya berpikir bahwa satu-satunya cara agar “alatnya aman” adalah dengan mengamankannya secara fisik — dan ide itu ia wujudkan dengan memakai cincin baja besar yang biasa digunakan untuk sambungan pipa.
Sayangnya, ia tidak memperhitungkan efek medisnya. Logam keras seperti baja tidak bisa mengembang atau lentur, sehingga ketika jaringan tubuh mengalami pembengkakan alami, benda itu berubah menjadi jeratan berbahaya. Aliran darah yang terhenti menyebabkan pembengkakan, nyeri hebat, bahkan berpotensi menyebabkan nekrosis atau kematian jaringan.
Petugas rumah sakit segera bertindak cepat. Dokter urologi yang menangani kasus tersebut mengatakan bahwa mereka tidak bisa memotong cincin itu dengan alat biasa, karena terbuat dari baja padat yang sangat keras.
Tim akhirnya memanggil petugas pemadam kebakaran yang memiliki alat pemotong logam industri. Dengan sangat hati-hati, mereka menggunakan gergaji elektrik khusus untuk memotong cincin baja tanpa melukai jaringan kulit.
Proses penyelamatan itu berlangsung hampir dua jam. Petugas harus menyemprotkan air dingin terus-menerus untuk mencegah panas dari alat pemotong mengenai kulit pasien. Setelah cincin berhasil dilepaskan, dokter langsung memberikan obat pereda nyeri, antibiotik, dan mengobservasi kondisi pria tersebut selama 24 jam.
Beruntung, tidak ada kerusakan permanen yang parah pada organ vitalnya. Namun dokter memperingatkan bahwa jika ia terlambat datang beberapa jam saja, bisa jadi ia akan kehilangan alat kelaminnya secara permanen.
Meski kasus di Thailand ini terdengar ekstrem, penggunaan benda berbentuk cincin di alat kelamin sebenarnya bukan hal baru. Di berbagai belahan dunia, terutama dalam praktik seksual tertentu, banyak orang menggunakan apa yang disebut “penis ring” atau cincin pengencang.
Namun, alat ini biasanya dibuat khusus untuk penggunaan medis atau erotis, dengan bahan seperti silikon, karet, atau logam ringan yang aman untuk kulit manusia. Fungsinya untuk menahan aliran darah sementara guna memperkuat ereksi, bukan untuk keamanan fisik.
Sayangnya, banyak orang yang tidak memahami prinsip medis di balik penggunaannya. Mereka menggunakan benda sembarangan seperti cincin logam keras, baut, bahkan cincin pipa. Ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan:
Gangguan sirkulasi darah
Aliran darah yang terhambat dapat menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri ekstrem.
Cedera jaringan dan infeksi
Jika tidak dilepaskan segera, jaringan bisa mati (nekrosis), dan bakteri mudah masuk.
Disfungsi ereksi permanen
Dalam kasus berat, kerusakan pembuluh darah bisa membuat pria tidak mampu ereksi lagi.
Amputasi penis
Jika jaringan sudah mati total, amputasi menjadi satu-satunya cara menyelamatkan nyawa pasien.
Kisah pria Thailand ini menambah daftar panjang kasus aneh seputar penggunaan benda asing di organ vital. Beberapa kasus serupa pernah terjadi sebelumnya:
Seorang pria di Nanjing pernah memakai cincin besi kecil untuk memperpanjang ereksi. Namun setelah beberapa jam, cincin itu tak bisa dilepaskan. Ia akhirnya harus menjalani operasi pemotongan logam di rumah sakit, melibatkan tiga petugas pemadam kebakaran.
Seorang pria berusia 45 tahun mencoba menggunakan baut baja untuk “eksperimen seksual”. Akibatnya, alat kelaminnya bengkak sebesar bola tenis. Ia membutuhkan waktu enam jam untuk menjalani prosedur pelepasan dengan alat pemotong baja mini.
Di Inggris, seorang pria harus menjalani amputasi sebagian organ vitalnya setelah mencoba “chastity device” buatan sendiri dari logam tebal. Ia menguncinya dengan gembok kecil yang kemudian macet dan berkarat.
Kisah-kisah tersebut menunjukkan bahwa tindakan semacam ini bukan sekadar kelakuan aneh, tapi juga berisiko tinggi dan berbahaya bagi kesehatan.
Psikolog di Thailand yang dimintai komentar mengatakan bahwa tindakan pria ini mungkin berakar dari gangguan kecemasan ekstrem atau delusi.
Menurut Dr. Nattapong Siriprasert, seorang psikiater di Chiang Mai, orang yang takut organ tubuhnya “dicuri” bisa saja mengalami paranoid delusional disorder — sejenis gangguan psikotik ringan di mana seseorang mempercayai sesuatu yang tidak nyata.
Ia menjelaskan, “Ketika ketakutan sudah berubah menjadi keyakinan absolut, orang bisa melakukan tindakan ekstrem untuk ‘melindungi’ diri. Dalam kasus ini, cincin baja menjadi simbol rasa aman, meski sebenarnya malah membahayakan.”
Selain itu, pengaruh media sosial dan berita palsu di internet juga bisa memperburuk kondisi psikologis seseorang. Banyak informasi yang tidak benar tentang pencurian organ, perdagangan tubuh, dan hal-hal mistis yang membuat orang mudah panik tanpa verifikasi.
Dari sisi medis, dokter urologi menegaskan bahwa tidak ada alasan medis apa pun untuk “mengunci” alat kelamin dengan cincin baja. Organ vital pria memiliki sistem aliran darah yang sangat sensitif, dan tekanan sedikit saja bisa menimbulkan efek berbahaya.
Ketika cincin baja menjerat pangkal penis, darah yang masuk saat ereksi tidak bisa keluar dengan lancar. Akibatnya, pembuluh darah pecah, jaringan membengkak, dan bisa menyebabkan gangrene (pembusukan jaringan).
“Kalau terlambat beberapa jam saja, pasien bisa kehilangan organ itu secara permanen,” kata salah satu dokter yang menangani kasus ini. “Kami sering menerima pasien dengan kasus serupa, dan kebanyakan berasal dari keisengan atau salah kaprah.”
Berita ini memang mengundang tawa bagi banyak netizen di Thailand dan luar negeri. Media sosial dipenuhi komentar lucu, meme, hingga sindiran soal “cara aneh melindungi diri”.
Namun di balik kelucuan itu, ada pesan serius yang perlu diperhatikan: kurangnya edukasi kesehatan dan kesadaran mental di masyarakat.
Masih banyak orang yang mempercayai hal-hal mistis, hoaks, atau informasi medis palsu di internet. Akibatnya, mereka bisa melakukan tindakan ekstrem tanpa pertimbangan logis. Apalagi di era digital, informasi salah bisa menyebar cepat tanpa saringan.
Pemerintah Thailand sendiri melalui Kementerian Kesehatan menanggapi kasus ini dengan menyerukan edukasi publik tentang kesehatan reproduksi dan mental. Mereka menegaskan bahwa tidak ada ancaman nyata terkait “pencurian organ pria”, dan masyarakat diminta tidak mudah termakan isu menyesatkan.
Di platform sosial seperti Facebook, TikTok, dan Twitter, kisah ini menjadi viral dalam waktu singkat. Banyak yang menertawakan tindakan sang pria, tapi tak sedikit juga yang menyayangkan kondisi mentalnya.
Seorang pengguna menulis, “Baja itu bukan sabuk pengaman, Bang!”
Sementara yang lain berkomentar, “Kalau takut dicuri, mending dijaga pakai doa, bukan baut.”
Namun ada pula yang menunjukkan empati, menyebut bahwa pria itu mungkin mengalami gangguan mental dan butuh pertolongan psikolog. Beberapa komunitas kesehatan mental di Thailand bahkan menjadikan kasus ini sebagai contoh pentingnya konseling publik dan literasi kesehatan.
Kisah pria yang mengunci dirinya sendiri dengan cincin baja bukan sekadar cerita lucu atau aneh, tapi peringatan keras tentang pentingnya keseimbangan antara pikiran, kesehatan, dan informasi.
Beberapa pelajaran penting yang bisa diambil antara lain:
Jangan percaya berita tanpa sumber jelas.
Banyak hoaks tentang pencurian organ atau mitos tubuh manusia. Selalu verifikasi sebelum percaya.
Konsultasikan masalah kesehatan ke profesional.
Jika memiliki kekhawatiran terhadap tubuh atau organ tertentu, bicarakan dengan dokter, bukan melakukan eksperimen sendiri.
Jaga kesehatan mental.
Ketakutan berlebihan bisa jadi tanda gangguan kecemasan. Segera cari bantuan psikolog jika merasa takut tanpa alasan yang nyata.
Pahami anatomi dan fungsi tubuh.
Mengetahui bagaimana organ bekerja dapat mencegah tindakan bodoh yang bisa berujung fatal.
Thailand dikenal sebagai negara dengan keberagaman budaya dan spiritualitas yang tinggi. Banyak masyarakatnya masih mempercayai konsep karma, roh, dan energi tubuh.
Dalam beberapa laporan, ada individu yang percaya bahwa organ tubuh bisa “dicuri secara spiritual” atau dipengaruhi sihir. Meski tidak semua orang mempercayai hal ini, pengaruh budaya tradisional kadang masih kuat.
Kemungkinan besar, ketakutan pria ini berakar dari campuran ketidakpahaman medis dan kepercayaan spiritual yang disalahartikan. Hal seperti ini juga bisa terjadi di negara lain, termasuk Indonesia, di mana banyak orang masih menautkan kesehatan dengan mistisisme.
Setelah menjalani perawatan dan observasi, pria itu dinyatakan stabil dan pulih sebagian. Namun dokter menyarankan agar ia menjalani terapi psikologis lanjutan, karena ketakutannya dianggap belum sepenuhnya hilang.
Keluarga pria tersebut juga dilaporkan telah dihubungi oleh pihak rumah sakit untuk ikut membantu pemulihan mentalnya. Pihak berwenang menegaskan bahwa tidak akan ada tuntutan hukum, karena tindakan itu murni akibat ketidaktahuan dan gangguan psikis, bukan pelanggaran pidana.
Kisah pria Thailand yang nekat “mengunci” Mr P dengan cincin baja adalah contoh nyata betapa ketidaktahuan bisa berubah jadi bahaya nyata.
Apa yang awalnya dimaksudkan sebagai upaya perlindungan malah berujung pada penderitaan fisik dan trauma psikologis. Untung saja penanganan cepat berhasil menyelamatkan organ vitalnya dari kerusakan permanen.
Di balik kelucuannya, cerita ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi masyarakat di seluruh dunia:
Jangan bereksperimen dengan tubuh sendiri tanpa pengetahuan medis.
Jangan percaya kabar aneh di internet tanpa sumber ilmiah.
Dan yang paling penting, jangan biarkan ketakutan menguasai logika.
Karena pada akhirnya, rasa takut yang tidak dikelola bisa lebih berbahaya daripada hal yang ditakuti itu sendiri.
By: BomBom
Pembuka: “Halusinasi Cinta” yang Menghebohkan Ketika sebuah lagu menyentuh ranah emosional yang sangat dalam, ia…
Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk di bumi. Namun, tidak semua air layak untuk…
Emas Hijau di Meja Makan: Duel Rasa dan Tekstur Alpukat dari Dua Benua Buah…
Bau mulut tak selalu disebabkan oleh kebersihan gigi. Bisa jadi itu sinyal awal penyakit jantung.…
https://yokmaju.com/
https://situspialadunia.info/