Alam Bawah SadarFilmHiburanHukum & KriminalMisteriPenyakitSejarahTrending

Sindrom Pseudobulbar: Penyakit “Joker” yang Membingungkan Dunia Medis

Dalam film Joker (2019), karakter Arthur Fleck, yang diperankan oleh Joaquin Phoenix, menderita kondisi misterius yang menyebabkan tawa tak terkendali pada momen yang tidak tepat. Banyak yang penasaran, apakah penyakit ini nyata? Dalam dunia medis, kondisi ini dikenal sebagai Pseudobulbar Affect (PBA) atau sindrom pseudobulbar, yaitu gangguan neurologis yang menyebabkan ledakan tawa atau tangisan yang tidak sesuai dengan suasana hati penderita. Artikel ini akan membahas sindrom ini secara mendalam, dari penyebab hingga cara mengatasinya.


Apa Itu Sindrom Pseudobulbar?

Sindrom pseudobulbar (Pseudobulbar Affect atau PBA) adalah gangguan neurologis yang menyebabkan seseorang mengalami tawa atau tangisan yang tidak terkendali. Penderita bisa tiba-tiba tertawa dalam situasi sedih atau menangis tanpa alasan yang jelas.

PBA sering dikaitkan dengan berbagai gangguan neurologis lainnya, seperti:

  • Cedera otak traumatis
  • Stroke
  • Penyakit Alzheimer atau demensia
  • Penyakit Parkinson
  • Multiple sclerosis (MS)
  • Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)

Penyakit ini terjadi karena gangguan pada jalur otak yang mengontrol ekspresi emosi, menyebabkan ketidakseimbangan dalam regulasi perasaan.


Gejala Sindrom Pseudobulbar

Beberapa gejala utama dari sindrom ini meliputi:

  1. Ledakan emosi tiba-tiba – Tawa atau tangisan yang terjadi tanpa pemicu yang jelas.
  2. Reaksi berlebihan – Ekspresi emosi yang tidak sebanding dengan situasi yang terjadi.
  3. Durasi yang singkat namun intens – Serangan biasanya berlangsung beberapa detik hingga menit.
  4. Ketidaksesuaian dengan perasaan sebenarnya – Penderita bisa tertawa saat merasa sedih atau menangis tanpa alasan.

Gejala ini sering disalahartikan sebagai gangguan psikologis seperti depresi atau bipolar, padahal penyebabnya lebih bersifat neurologis.


Penyebab dan Mekanisme Terjadinya PBA

PBA terjadi akibat gangguan pada jalur saraf antara otak besar (cerebrum), batang otak (brainstem), dan otak kecil (cerebellum). Bagian otak ini bertanggung jawab dalam mengendalikan ekspresi emosi.

Pada penderita PBA, terjadi kerusakan pada jalur saraf ini, menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti serotonin dan glutamat. Akibatnya, otak kehilangan kendali terhadap ekspresi emosi, sehingga penderita mengalami ledakan tawa atau tangisan yang tidak terkendali.


Perbedaan PBA dengan Gangguan Mental Lainnya

Karena gejalanya yang mirip, PBA sering disalahartikan sebagai:

  1. Depresi – Orang dengan depresi mengalami kesedihan yang berkepanjangan, sedangkan PBA hanya memicu emosi sesaat.
  2. Gangguan bipolar – Penderita bipolar mengalami perubahan suasana hati ekstrem dalam jangka waktu yang lebih lama, berbeda dengan serangan emosional singkat pada PBA.
  3. Skizofrenia – PBA tidak menyebabkan delusi atau halusinasi seperti skizofrenia.

Kesalahan diagnosis ini sering terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat dan tenaga medis terhadap PBA.


Bagaimana PBA Dideteksi?

Tidak ada tes spesifik untuk PBA, tetapi dokter dapat mendiagnosisnya dengan:

  • Wawancara medis untuk memahami gejala dan riwayat penyakit pasien.
  • Skala PBA (Pathological Laughter and Crying Scale) untuk mengukur tingkat keparahan kondisi.
  • Pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi adanya gangguan otak.

Karena sering disalahartikan sebagai depresi atau gangguan emosional lainnya, diagnosis PBA memerlukan ketelitian dari tenaga medis.


Cara Mengatasi dan Mengobati PBA

Walaupun PBA tidak bisa di sembuhkan sepenuhnya, ada beberapa cara untuk mengontrol gejalanya:

1. Pengobatan Medis

Beberapa obat yang di gunakan untuk mengatasi PBA antara lain:

  • Dextromethorphan-quinidine (Nuedexta) – Obat yang secara khusus digunakan untuk mengurangi episode PBA.
  • Antidepresan (SSRI atau TCA) – Seperti fluoxetine atau amitriptyline, yang dapat membantu mengontrol gejala.

2. Terapi Perilaku Kognitif (CBT)

CBT dapat membantu penderita mengenali tanda-tanda awal serangan dan mengembangkan strategi untuk mengendalikan respons emosional.

3. Latihan Pernapasan dan Relaksasi

Teknik seperti meditasi dan pernapasan dalam dapat membantu penderita mengontrol respons emosional saat serangan terjadi.

4. Dukungan Sosial

Mengingat PBA sering menyebabkan penderita merasa malu / di asingkan, dukungan dari keluarga dan lingkungan sangat penting dalam membantu mereka menjalani kehidupan sehari-hari.


PBA dalam Kehidupan Nyata

Meski tidak terlalu umum, PBA bisa sangat mengganggu kehidupan sosial & profesional seseorang. Banyak penderita merasa frustrasi karena sering di salahpahami.

Beberapa bahkan menghindari interaksi sosial karena takut mengalami serangan tawa atau tangisan di tempat umum.

Seorang veteran perang bernama John, misalnya, mengalami PBA setelah mengalami cedera otak traumatis di medan perang. Ia sering menangis tanpa alasan ketika berbicara dengan keluarganya, yang awalnya mengira ia mengalami depresi. Setelah di diagnosis dengan PBA dan di berikan pengobatan yang tepat, gejalanya mulai berkurang, dan ia dapat kembali menjalani kehidupan normal.


Kesimpulan

Sindrom pseudobulbar (Pseudobulbar Affect atau PBA) adalah gangguan neurologis yang menyebabkan ledakan tawa atau tangisan yang tidak sesuai dengan emosi seseorang. Meskipun sering di salahartikan sebagai gangguan mental lain seperti depresi atau bipolar, PBA sebenarnya memiliki penyebab yang berbeda, yaitu gangguan pada jalur saraf yang mengatur ekspresi emosi.

Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan yang sesuai, penderita PBA bisa mengontrol gejalanya dan menjalani kehidupan yang lebih baik.

Kesadaran masyarakat tentang kondisi ini sangat penting agar mereka yang mengalaminya tidak di kucilkan / dianggap aneh.

Film Joker mungkin telah membawa perhatian dunia terhadap kondisi ini, tetapi kenyataannya, banyak penderita PBA yang masih berjuang untuk mendapatkan pemahaman dan perawatan yang layak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *