Trending

Selingkuh Antara Pilihan Bebas dan Warisan Genetik

Perselingkuhan seringkali dipandang sebagai tindakan tidak bermoral yang mencerminkan kegagalan dalam menjaga komitmen dalam hubungan. Namun, di balik aspek sosial dan emosional tersebut, muncul pertanyaan yang lebih dalam: mungkinkah kecenderungan untuk selingkuh di wariskan secara genetik? Apakah ada faktor biologis yang membuat seseorang lebih rentan terhadap godaan dan pengkhianatan dalam hubungan romantis? Dalam kajian sains modern, para peneliti mulai mengungkap peran genetika dalam memengaruhi perilaku manusia, termasuk dalam hal kesetiaan dan komitmen.

Fenomena

selingkuh tidak terbatas pada budaya atau lokasi geografis tertentu. Dari masyarakat modern hingga suku-suku kuno, praktik perselingkuhan di temukan di berbagai belahan dunia. Ini menunjukkan bahwa dorongan untuk mencari pasangan di luar hubungan resmi mungkin memiliki akar biologis.

Namun, pendekatan ini tidak hanya melihat manusia sebagai makhluk insting. Dalam beberapa dekade terakhir, ilmuwan mulai mempelajari gen tertentu yang mungkin berkaitan dengan perilaku perselingkuhan. Salah satu gen yang sering di kaitkan dengan perilaku ini adalah gen DRD4, yang berperan dalam sistem dopamin—zat kimia di otak yang mengatur perasaan senang dan kepuasan. Gen ini memiliki beberapa varian, dan salah satu variannya, yaitu 7R+, telah di kaitkan dengan perilaku mencari sensasi, termasuk perjudian, penggunaan narkoba, dan perilaku seksual impulsif—termasuk selingkuh.

Sebuah studi dari University of Binghamton (New York)

menemukan bahwa individu dengan varian 7R+ dari gen DRD4 cenderung memiliki sejarah hubungan seksual di luar komitmen. Para peneliti menyimpulkan bahwa dorongan mencari pengalaman baru dan sensasi ekstrem pada individu ini bisa membuat mereka lebih rentan terhadap godaan perselingkuhan. Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa memiliki gen ini tidak berarti seseorang pasti akan berselingkuh. Gen hanya meningkatkan kecenderungan, bukan menentukan perilaku sepenuhnya.

Selain gen DRD4, gen AVPR1A—yang memengaruhi produksi vasopresin, hormon yang berperan dalam pembentukan ikatan emosional dan sosial—juga di kaji dalam konteks kesetiaan. Studi terhadap pria menunjukkan bahwa variasi tertentu dari gen ini berhubungan dengan kepuasan hubungan yang lebih rendah dan peningkatan risiko konflik dalam hubungan, yang bisa berujung pada perselingkuhan. Dengan kata lain, gen ini mungkin memengaruhi kemampuan seseorang untuk membentuk dan mempertahankan ikatan emosional jangka panjang.

Namun, genetika bukanlah satu-satunya faktor penentu.

Lingkungan, pola asuh, pengalaman hidup, nilai budaya, serta dinamika hubungan juga berperan besar. Seseorang yang di besarkan dalam lingkungan di mana perselingkuhan di anggap lumrah atau tidak terlalu di kutuk, mungkin memiliki toleransi lebih tinggi terhadap perilaku tersebut.

Demikian pula, trauma masa kecil, pengalaman di tinggalkan atau dikhianati, atau kurangnya keterampilan komunikasi dalam hubungan bisa mendorong seseorang untuk mencari pelarian dalam hubungan di luar pasangan utama.

Menariknya, ada juga aspek intergenerasional yang bersifat lebih sosiologis daripada biologis. Anak-anak yang menyaksikan orang tuanya berselingkuh atau tumbuh dalam keluarga yang penuh konflik dan ketidaksetiaan, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengulangi pola yang sama dalam hubungan dewasa mereka. Ini bukan semata-mata karena gen yang di wariskan, tapi juga karena pola perilaku yang dipelajari dan di normalisasi sejak kecil.

Dari perspektif evolusi, beberapa ahli berpendapat bahwa keberagaman genetik dari pasangan yang berbeda bisa memperkuat keturunan. Namun, di dunia modern, di mana nilai-nilai seperti kesetiaan dan monogami dijunjung tinggi, dorongan biologis ini justru menimbulkan konflik. Di sinilah pentingnya peran kesadaran diri dan pengendalian impuls. Manusia bukan sekadar produk biologi—kita juga makhluk sosial yang bisa membuat pilihan berdasarkan nilai, moral, dan tanggung jawab.

Mengetahui bahwa ada faktor genetik

yang mungkin berkontribusi terhadap kecenderungan berselingkuh seharusnya tidak di jadikan pembenaran untuk mengkhianati pasangan. Sebaliknya, informasi ini bisa menjadi alat untuk memahami diri sendiri dan pasangan secara lebih mendalam. Misalnya, seseorang yang menyadari bahwa dirinya cenderung mudah bosan atau suka mencari sensasi baru, bisa memilih untuk menyalurkan energinya ke hal-hal yang lebih positif, seperti petualangan bersama pasangan atau hobi baru.

Dalam konseling pernikahan, pemahaman tentang faktor-faktor biologis dan psikologis yang mendorong selingkuh bisa membantu pasangan untuk tidak sekadar menyalahkan satu sama lain, tetapi juga membangun komunikasi yang lebih terbuka. Kesetiaan bukan hanya tentang tidak berselingkuh, tapi juga tentang upaya bersama menjaga hubungan tetap sehat dan bermakna.

Di masa depan, semakin banyak penelitian yang mungkin akan mengungkap keterkaitan antara genetik dan perilaku romantis. Bisa jadi, pemeriksaan genetik suatu hari nanti akan menjadi bagian dari konseling pranikah atau terapi hubungan.

Namun, hingga saat itu tiba, pemahaman bahwa gen hanyalah salah satu bagian dari teka-teki besar tentang perilaku manusia adalah hal yang krusial. Pilihan dan tanggung jawab pribadi tetap menjadi faktor utama dalam menjaga integritas dalam hubungan.

Akhirnya, pembahasan tentang selingkuh dan genetika membuka perspektif baru dalam memahami kompleksitas perilaku manusia. Ini mengajak kita untuk melihat bahwa dalam setiap keputusan, ada interaksi rumit antara warisan biologis dan kehendak bebas.

Kita memang tidak bisa memilih gen yang kita warisi, tetapi kita selalu bisa memilih bagaimana kita merespons dorongan dan tantangan dalam hidup—termasuk dalam urusan cinta dan kesetiaan.

Update24

Recent Posts

Akibat Jalan Rusak, Jenazah di Gorontalo Terpaksa Diangkut Menggunakan Motor: Potret Ironi Infrastruktur Daerah

Kondisi jalan rusak di Gorontalo memaksa warga mengangkut jenazah dengan motor menuju rumah duka. Potret…

3 jam ago

DPRD Dorong Pemko Medan Bangun Pompa Air di Titik Rawan Banjir

DPRD desak Pemko Medan bangun pompa air di titik rawan banjir, langkah penting untuk tanggulangi…

5 jam ago

Fakta Menarik Tentang Fobia Jenis, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

Fobia adalah ketakutan berlebihan terhadap objek atau situasi tertentu yang bisa memengaruhi kehidupan sehari-hari. Artikel…

5 jam ago

10 Buah-Buahan yang Bisa Menyerap Racun di Tubuh, Rahasia Alami untuk Detoksifikasi

"Temukan 10 buah-buahan penyerap racun yang membantu detoks alami tubuh. Dari lemon, apel, hingga buah…

5 jam ago