Belakangan ini dunia politik Indonesia kembali diwarnai dengan pernyataan kontroversial. Seorang politisi bernama Sahroni menanggapi kritik keras yang mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dibubarkan. Bukan dengan jawaban normatif, ia justru melontarkan kalimat pedas yang menyebut kritik tersebut sebagai “mental orang tolol sedunia.”
Pernyataan tersebut langsung menjadi sorotan media, viral di jagat maya, dan memicu perdebatan sengit. Publik terbelah, ada yang mendukung Sahroni karena dianggap lantang membela DPR, namun tidak sedikit pula yang menilai ucapannya terlalu kasar, merendahkan rakyat, serta mencerminkan buruknya etika pejabat publik.
Lalu, bagaimana duduk perkara sebenarnya? Mengapa muncul desakan pembubaran DPR? Dan apa dampak dari pernyataan Sahroni ini terhadap kepercayaan publik kepada lembaga legislatif?
DPR RI selama beberapa tahun terakhir kerap menjadi sorotan karena berbagai isu:
Rendahnya kehadiran anggota rapat
Kasus korupsi berjamaah yang menjerat banyak wakil rakyat
Pengambilan keputusan kontroversial yang dinilai lebih pro-elite daripada pro-rakyat
Hal ini membuat sebagian kalangan masyarakat merasa kecewa, hingga muncul seruan: “Untuk apa DPR dipertahankan kalau justru menjadi beban rakyat?”
Sejatinya, DPR adalah lembaga perwakilan rakyat. Namun realita di lapangan justru sebaliknya. Banyak kebijakan yang dihasilkan dianggap lebih berpihak pada kepentingan politik tertentu dibandingkan kepentingan publik.
Gerakan desakan ini lahir sebagai simbol kekecewaan rakyat terhadap lembaga legislatif. Meskipun tentu saja, membubarkan DPR bukanlah solusi realistis dalam negara demokrasi, namun jargon ini menjadi bentuk perlawanan simbolik rakyat atas kekecewaan yang menumpuk.
Dalam menanggapi kritik tersebut, Sahroni memilih gaya komunikasi keras. Ia tidak sekadar membantah, tetapi juga menyerang balik para pengkritiknya dengan menyebut mereka bermental tolol.
Kalimat ini sontak viral di berbagai media sosial. Netizen membanjiri lini masa dengan ragam komentar:
Ada yang geram, merasa dihina oleh wakil rakyat.
Ada yang justru menyemangati Sahroni, menilai ucapannya sebagai bentuk ketegasan.
Namun sebagian besar publik menilai pernyataan tersebut tidak pantas keluar dari mulut seorang pejabat publik.
Twitter (X): Tagar #BubarkanDPR dan #SahroniTrending sempat menduduki top trending.
Instagram: Banyak akun politik dan aktivis membagikan potongan video ucapannya dengan caption satir.
TikTok: Potongan video ucapan tersebut diedit dengan nada komedi hingga sindiran keras.
Hampir semua portal berita nasional menyoroti pernyataan Sahroni. Judul-judul clickbait bermunculan:
“Sahroni: Kritik Bubarkan DPR Itu Mental Orang Tolol”
“Ucapan Kasar Sahroni Gegerkan Parlemen”
“Rakyat atau DPR yang Sebenarnya Tolol?”
Ucapan ini dapat dianalisis dari beberapa sudut pandang:
Pejabat publik seharusnya menjaga etika berkomunikasi. Namun, bahasa kasar sering digunakan untuk menarik perhatian publik sekaligus memperlihatkan ketegasan.
Ada dugaan bahwa ucapan kasar semacam ini adalah strategi mengalihkan isu besar lain yang sedang menimpa DPR, misalnya kasus korupsi.
Dengan melabeli pengkritik sebagai tolol, Sahroni berusaha membalikkan opini: bukan DPR yang salah, melainkan rakyat yang dianggap tidak paham politik.
Sejumlah survei menunjukkan kepercayaan publik terhadap DPR relatif rendah.
LSI (Lembaga Survei Indonesia): Kepercayaan publik terhadap DPR hanya sekitar 40%.
Indikator Politik: Mayoritas responden menganggap DPR lebih berpihak pada elit ketimbang rakyat.
Dengan kondisi kepercayaan publik yang rendah, ucapan Sahroni justru berpotensi memperburuk citra DPR di mata masyarakat.
Merusak Citra DPR – Alih-alih membela, pernyataannya justru menambah ketidakpercayaan publik.
Meningkatkan Polarisasi – Rakyat semakin terpecah antara yang pro dan kontra DPR.
Menghidupkan Tagar Bubarkan DPR – Kritik semakin viral, bukan mereda.
Memicu Ketegangan Politik – Lawan politik bisa memanfaatkan ucapan ini untuk menyerang balik.
Ada dua kemungkinan besar:
Sahroni Minta Maaf – Jika tekanan publik semakin besar, kemungkinan ia akan meminta maaf demi meredam situasi.
Sahroni Bertahan – Jika merasa ucapannya benar, ia akan bertahan dan justru menantang publik.
Namun yang jelas, ucapan ini telah meninggalkan jejak panjang dalam rekam jejak DPR.
Kasus ini memperlihatkan bagaimana bahasa politik yang kasar bisa menimbulkan efek domino. Alih-alih memperbaiki citra DPR, pernyataan Sahroni justru membuka luka baru hubungan rakyat dengan wakilnya.
Pertanyaan besar yang tersisa: Apakah DPR akan terus bertahan dengan citra buruknya, atau akan ada reformasi serius agar kembali mendapat kepercayaan rakyat?
by : st
Salah satu bentuk obat yang paling sering digunakan dalam dunia medis adalah painkiller atau obat…
Jakarta Timnas Rusia dipastikan tidak bisa tampil di Piala Dunia 2026. Tuan rumah Piala Dunia…
Indonesia kembali dihadapkan pada isu energi yang mengejutkan publik. Kabar bahwa tiga raksasa energi global,…
Bulan purnama adalah salah satu fenomena alam yang sejak dahulu kala selalu memikat perhatian manusia.
Gaya hidup modern yang serba cepat sering membuat banyak orang kurang bergerak. Padahal, aktivitas fisik…
Urap sayuran adalah salah satu hidangan tradisional khas Nusantara yang sangat digemari. Sajian ini terkenal…