Ahli gizi Jepang membocorkan lima makanan yang jadi rahasia warga Negeri Sakura berumur panjang
Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan penduduk berusia panjang terbanyak di dunia. Berdasarkan data terbaru, lebih dari 90 ribu orang di Negeri Sakura telah mencapai usia 100 tahun atau lebih. Fakta ini bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari pola makan dan gaya hidup yang telah diwariskan turun-temurun.
Salah satu ahli gizi Jepang ternama, Asako Miyashita, MS, RDN, CDN, membocorkan rahasia di balik panjangnya usia warga Jepang. Dalam wawancaranya, ia menegaskan bahwa makanan berperan besar dalam menjaga tubuh tetap sehat dan awet muda. “Saya tumbuh besar di Jepang, di mana sejak kecil saya diajarkan bahwa makanan adalah obat,” ujarnya. “Nenek saya kini berusia 92 tahun dan masih aktif. Ia percaya bahwa umur panjang datang dari pola makan yang tepat.”
Miyashita bukan hanya seorang ahli teori. Ia sendiri menjalani diet tradisional Jepang, pola makan yang sederhana namun kaya nutrisi. Ia mengungkapkan bahwa makanan yang dikonsumsi masyarakat Jepang setiap hari tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga menutrisi tubuh secara menyeluruh. Inilah lima makanan utama yang menurutnya berperan besar dalam membuat warga Jepang hidup lebih lama dan lebih sehat.
Masyarakat Jepang menerapkan pola makan yang dikenal dengan istilah washoku, yaitu filosofi kuliner yang menekankan keseimbangan, kesederhanaan, dan rasa syukur terhadap alam. Prinsip ini mendorong mereka untuk mengonsumsi makanan dalam porsi kecil namun bervariasi, kaya sayuran, biji-bijian, ikan, dan bahan alami.
Dalam satu kali makan, mereka biasanya menyajikan nasi, sup miso, lauk utama berupa ikan atau tahu, serta sayuran tumis atau rebus. Semuanya diolah dengan sedikit minyak dan bumbu sederhana agar kandungan nutrisinya tetap terjaga.
Selain menjaga tubuh tetap sehat, cara makan ini juga mendukung sistem pencernaan dan metabolisme, sehingga tubuh tidak terbebani oleh lemak dan gula berlebih.
Ubi ungu dari Okinawa bukan hanya lezat, tetapi juga dikenal sebagai simbol umur panjang di Jepang. Penduduk Okinawa, yang termasuk dalam kelompok manusia dengan umur terpanjang di dunia, menjadikan ubi ungu sebagai makanan pokok harian mereka.
Ubi ini mengandung karbohidrat kompleks yang memberikan energi stabil tanpa meningkatkan kadar gula darah secara drastis. Selain itu, kandungan antosianin yang memberi warna ungu pada ubi berfungsi sebagai antioksidan kuat yang melawan radikal bebas penyebab penuaan.
Penelitian menunjukkan bahwa rutin mengonsumsi ubi ungu dapat membantu menurunkan risiko penyakit jantung, menjaga tekanan darah tetap normal, dan bahkan melindungi sel tubuh dari kerusakan.
Di Jepang, ubi ungu sering disajikan sebagai camilan sehat, direbus, dipanggang, atau dijadikan bahan utama kue tradisional. Bagi mereka, menikmati ubi bukan sekadar makan, tapi juga bentuk rasa syukur pada alam yang memberi kehidupan.
Tak ada yang lebih ikonik dari sup miso dalam masakan Jepang. Hidangan sederhana berbahan dasar pasta kedelai fermentasi ini sudah menjadi bagian dari sarapan masyarakat Jepang selama berabad-abad.
Fermentasi pada miso menghasilkan probiotik alami — bakteri baik yang membantu menjaga keseimbangan mikrobiota usus. Usus yang sehat berperan besar dalam sistem kekebalan tubuh, pencernaan, dan bahkan kestabilan emosi.
Miyashita menjelaskan, “Makanan fermentasi seperti miso, tahu, dan tempe membantu tubuh menjaga keseimbangan alami.” Sebuah penelitian juga mendukung pernyataannya: pria dan wanita Jepang yang rutin mengonsumsi kedelai fermentasi memiliki risiko kematian 10% lebih rendah dibandingkan mereka yang jarang mengonsumsinya.
Selain manfaat kesehatan, sup miso juga melambangkan keseimbangan hidup ala Jepang — hangat, lembut, dan menenangkan. Di setiap mangkuk miso, ada filosofi bahwa kesehatan dimulai dari keseimbangan tubuh dan pikiran.
Sayuran akar ini adalah rahasia lain di balik daya tahan tubuh masyarakat Jepang. Lobak Daikon sering disajikan mentah sebagai salad, direbus dalam sup, atau dijadikan acar. Rasanya yang segar dan sedikit pedas memberikan sensasi alami yang khas.
Lobak Daikon mengandung 124% kebutuhan vitamin C harian yang dibutuhkan tubuh. Kandungan ini berperan penting dalam meningkatkan kekebalan tubuh, mempercepat penyembuhan luka, dan menjaga elastisitas kulit.
Selain itu, Daikon juga memiliki enzim pencernaan alami yang membantu menguraikan lemak dan protein, menjadikannya pendamping ideal untuk hidangan berat seperti ikan atau daging. Tak heran, masyarakat Jepang sering menambahkan parutan lobak pada menu panggangan.
Untuk masyarakat modern yang sulit mendapatkan Daikon, alternatif seperti wortel, bit, atau lobak putih juga bisa memberikan manfaat serupa. Intinya, semakin berwarna piringmu, semakin sehat tubuhmu.
Tidak lengkap rasanya berbicara tentang makanan Jepang tanpa menyebut rumput laut. Dalam setiap gulungan sushi, semangkuk sup, atau salad Jepang, hampir selalu ada rumput laut sebagai bahan pelengkap.
Rumput laut kaya akan zat besi, kalsium, magnesium, dan folat, mineral penting yang sering kali kurang dalam pola makan modern. Tak hanya itu, kandungan seratnya yang tinggi juga membantu menjaga kesehatan pencernaan dan menurunkan risiko diabetes serta kolesterol tinggi.
Lebih dari sekadar makanan, rumput laut adalah bagian dari filosofi “washoku” — cara hidup yang menghargai keseimbangan alam. Ia tumbuh di laut, sumber kehidupan yang juga dianggap suci oleh budaya Jepang.
Antioksidan seperti fucoxanthin dan fucoidan dalam rumput laut telah terbukti memiliki sifat anti-penuaan, anti-inflamasi, dan anti-kanker. Bahkan, beberapa riset menunjukkan bahwa konsumsi rutin rumput laut dapat memperpanjang usia harapan hidup secara signifikan.
Di Jepang, banyak keluarga menambahkan potongan kecil rumput laut ke dalam nasi, sup, atau salad. Bagi mereka, laut bukan hanya sumber makanan, tetapi sumber energi kehidupan.
Ikan menjadi sumber protein utama di Jepang. Miyashita selalu memastikan setidaknya satu porsi ikan berlemak seperti salmon, tuna, atau makarel ada di meja makan setiap hari.
Ikan jenis ini kaya akan asam lemak omega-3, nutrisi penting yang berperan menjaga kesehatan jantung, menurunkan kadar trigliserida, dan meredakan peradangan dalam tubuh. Omega-3 juga membantu menjaga fungsi otak agar tetap tajam seiring bertambahnya usia.
“Di Jepang, kami mengucapkan itadakimasu sebelum makan, artinya ‘saya menerima dengan rendah hati’,” kata Miyashita. “Ucapan itu adalah bentuk rasa terima kasih kepada alam, hewan, dan petani yang telah memberi kehidupan.”
Prinsip kesadaran ini menciptakan hubungan mendalam antara manusia dan makanan. Mereka tidak makan hanya untuk kenyang, tapi untuk menghormati kehidupan yang memberi mereka kekuatan.
Kunci umur panjang masyarakat Jepang bukan hanya pada jenis makanannya, tapi juga cara mereka makan. Mereka menjalankan prinsip Hara Hachi Bu, yaitu berhenti makan saat perut terasa 80% kenyang. Filosofi ini berasal dari Okinawa, tempat yang dikenal sebagai wilayah dengan penduduk paling panjang umur di dunia.
Prinsip ini membantu menghindari makan berlebihan, menjaga berat badan ideal, serta mengurangi tekanan pada sistem pencernaan. Selain itu, mereka lebih mengutamakan porsi kecil namun beragam, sehingga tubuh mendapat nutrisi seimbang dari berbagai sumber.
Bahkan dalam kehidupan modern, orang Jepang tetap mempertahankan kebiasaan ini. Saat makan, mereka fokus penuh, tidak sambil menonton televisi atau bermain ponsel. Mindfulness atau kesadaran penuh menjadi bagian penting dari ritual makan sehari-hari.
Selain makanan, teh hijau juga menjadi bagian penting dari diet Jepang. Kaya akan katekin dan polifenol, teh hijau berfungsi sebagai antioksidan alami yang membantu menurunkan kadar kolesterol jahat dan melawan radikal bebas.
Kebiasaan minum teh hijau beberapa kali sehari membantu menjaga tekanan darah, meningkatkan metabolisme, dan mengurangi risiko penyakit jantung. Bahkan, teh hijau sering dikaitkan dengan penurunan risiko Alzheimer dan kanker.
Miyashita menekankan bahwa teh bukan sekadar minuman, tapi juga momen untuk menenangkan diri. “Saat menyeruput teh hangat, tubuh dan pikiran kita beristirahat sejenak dari hiruk-pikuk dunia,” katanya.
Kebiasaan makan orang Jepang tidak hanya fokus pada “apa” yang mereka makan, tetapi juga “bagaimana” mereka makan.
Mereka mempraktikkan prinsip Hara Hachi Bu, yaitu berhenti makan saat merasa 80 persen kenyang. Filosofi ini berasal dari masyarakat Okinawa dan terbukti membantu mengontrol berat badan serta memperpanjang usia harapan hidup.
Dengan makan perlahan dan penuh kesadaran, sistem pencernaan bekerja lebih optimal, dan otak punya waktu untuk mengenali rasa kenyang. Prinsip sederhana ini kini mulai diadopsi banyak orang di seluruh dunia karena terbukti efektif menjaga kesehatan jangka panjang.
Selain pola makan, gaya hidup masyarakat Jepang juga menjadi faktor penting di balik umur panjang mereka.
Mereka gemar berjalan kaki, bersepeda, atau bekerja di kebun. Aktivitas ringan ini dilakukan setiap hari dan menjadi bagian dari rutinitas, bukan paksaan.
Mereka juga memegang teguh filosofi Ikigai, yang berarti “alasan untuk hidup”. Ikigai membantu seseorang menemukan makna dalam kehidupan sehari-hari, entah melalui pekerjaan, keluarga, atau hobi.
Orang yang memiliki ikigai cenderung lebih bahagia, produktif, dan jarang mengalami stres kronis—faktor utama penyebab penuaan dini.
Meski berbeda budaya dan bahan makanan, masyarakat Indonesia bisa meniru gaya makan sehat ala Jepang dengan langkah-langkah sederhana berikut:
Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, kita bisa merasakan manfaat pola makan Jepang tanpa harus mengubah gaya hidup secara drastis.
Rahasia umur panjang masyarakat Jepang tidak terletak pada satu jenis makanan, melainkan pada pola hidup menyeluruh yang menekankan keseimbangan, kesederhanaan, dan rasa syukur.
Mereka menghargai setiap makanan yang dikonsumsi dan menjaga hubungan harmonis antara tubuh, pikiran, serta alam sekitar.
Seperti yang diungkapkan Asako Miyashita, “Kesehatan sejati bukan hanya tentang apa yang kita makan, tapi bagaimana kita menghargai makanan itu.”
Pesan ini mengingatkan kita bahwa umur panjang tidak selalu membutuhkan suplemen mahal atau program diet ketat. Cukup dengan mengonsumsi makanan bergizi, menjaga keseimbangan hidup, dan makan dengan penuh kesadaran—kita bisa hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih bahagia.
Siapa sih yang nggak kenal dengan Upin dan Ipin, si kembar botak yang menggemaskan dari…
Pendahuluan: Dunia Menyorot Insiden Penembakan Jurnalis Los Angeles kembali menjadi sorotan dunia, bukan karena budaya…
Di era serba digital dan cepat seperti sekarang kartu kredit bukan lagi sekadar alat pembayaran…
Sakit pada telinga bagian dalam merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi pada anak-anak. Penyebabnya biasanya…
Warna bukan hanya unsur estetika yang memperindah lingkungan, tetapi juga memiliki kekuatan fisik yang dapat…
Pendahuluan: Indonesia Hadapi Ketergantungan Energi Indonesia sebagai negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat masih…