Operasi Diam-Diam! PPATK Sita Rekening Tak Aktif yang Dipakai Cuci Uang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengambil langkah tegas setelah menemukan fakta mencengangkan: lebih dari 150 ribu rekening bank yang tidak aktif alias nganggur ternyata digunakan untuk menampung uang hasil tindak pidana. Temuan ini bukan sembarang angka, karena berasal dari analisis mendalam PPATK sejak tahun 2020 hingga sekarang.
Rekening-rekening tersebut bukan milik pelaku kejahatan secara langsung. Banyak di antaranya adalah rekening nominee, yaitu rekening atas nama orang lain yang sebenarnya tidak tahu-menahu soal aktivitas ilegal di dalamnya. Rekening seperti ini biasanya diperoleh dari praktik jual beli rekening, hasil peretasan, atau pencurian data pribadi.
Pelaku yang terbukti menggunakan rekening nominee atau melakukan jual beli rekening bisa dijerat Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Rekening dormant adalah rekening yang tidak aktif bertransaksi selama lebih dari tiga bulan. Sementara, rekening nominee menggunakan nama orang lain sebagai kedok.
Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah, menyatakan bahwa sejak 15 Mei 2025, pihaknya telah menghentikan sementara seluruh transaksi pada rekening yang dikategorikan sebagai dormant, yaitu rekening yang tidak aktif melakukan transaksi selama lebih dari tiga bulan.
“Langkah ini kami ambil demi melindungi nasabah dan mencegah penggunaan rekening untuk tindak pidana,” ujar Natsir dalam keterangan tertulis yang dikutip dari detikFinance.
Keputusan ini bukan hanya berbasis asumsi, melainkan berasal dari laporan perbankan yang menunjukkan adanya lebih dari satu juta rekening yang terindikasi terlibat dalam kejahatan keuangan. Dari jumlah itu, 150 ribu merupakan rekening nominee, sementara lebih dari 50 ribu lainnya adalah rekening kosong tanpa aktivitas transaksi sebelum tiba-tiba menerima dana haram.
PPATK mencatat bahwa rekening dormant ini sering digunakan untuk menampung uang dari berbagai kejahatan berat seperti narkotika, korupsi, penipuan daring, hingga pencucian uang lintas negara. Ironisnya, rekening ini bisa tetap aktif dari sisi sistem walau pemilik sah tidak pernah memperbarui data atau bahkan tidak mengetahui bahwa rekening tersebut masih berjalan.
Parahnya, dana yang tersimpan di dalam rekening dormant bisa diambil secara ilegal oleh pihak internal bank atau pelaku kejahatan yang sudah menguasai akses ke rekening. Karena tidak ada aktivitas transaksi, rekening ini seolah jadi “gudang tersembunyi” uang kotor.
“Selama ini banyak rekening dormant yang dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya. Padahal, rekening tersebut tetap dikenakan biaya administrasi bulanan hingga saldo habis dan akhirnya ditutup oleh pihak bank,” jelas Natsir.
PPATK menjamin bahwa meski transaksi dihentikan sementara, dana milik nasabah tetap aman dan tidak akan berkurang sepeser pun. Masyarakat yang merasa rekeningnya dibekukan secara sepihak dapat mengajukan keberatan melalui tautan resmi: https://bit.ly/FormHensem.
“Mudah kok kalau mau aktifkan kembali rekeningnya. Nasabah tinggal menyampaikan kepada bank atau langsung ke PPATK, apakah rekening ingin diaktifkan kembali atau ditutup saja,” tambah Natsir.
Langkah ini menjadi sinyal bahwa PPATK tidak main-main dalam memberantas tindak kejahatan keuangan. Pemerintah mendorong kolaborasi yang lebih kuat antara PPATK, perbankan, dan masyarakat agar ruang gerak pelaku kejahatan makin sempit.
Temuan ini juga mengungkap kelemahan literasi keuangan masyarakat Indonesia. Banyak individu membuka rekening hanya untuk kepentingan sesaat, seperti mengikuti promo atau hadiah dari bank, lalu dibiarkan begitu saja tanpa ditutup secara resmi. Kondisi inilah yang menjadi celah bagi oknum untuk membeli atau membajak rekening yang tidak terpakai.
Salah satu modus yang marak terjadi adalah rekrutmen “jasa pemilik rekening” di media sosial. Pelaku menawarkan uang tunai kepada pemilik rekening yang bersedia menyerahkan akses login dan data pribadi. Padahal, tanpa disadari, rekening tersebut bisa digunakan untuk menampung uang hasil penipuan atau kejahatan lainnya.
Langkah PPATK patut diapresiasi, namun pencegahan harus dimulai dari hulu. Bank-bank harus lebih proaktif mengedukasi nasabah agar tidak sembarangan membuka atau memberikan akses terhadap rekening. Selain itu, pembaruan data (know your customer/KYC) perlu diperketat.
Regulasi juga perlu menindak lebih keras pelaku jual beli rekening dan mereka yang terlibat dalam aktivitas nominee. Jika tidak, kejahatan keuangan akan terus menemukan celah.
Masyarakat diimbau untuk segera menutup rekening yang tidak digunakan dan rutin memperbarui data ke bank. Pastikan juga hanya menggunakan rekening untuk transaksi yang sah, dan hindari memberikan data pribadi kepada pihak yang tidak jelas.
Segera cek kembali semua rekening yang kamu miliki. Tutup yang tidak digunakan, dan jangan sembarangan memberikan akses rekening ke pihak lain.
Apa yang tampak sepele, ternyata bisa jadi alat kejahatan serius. Rekening yang dibiarkan tanpa aktivitas bisa disalahgunakan untuk tujuan ilegal tanpa sepengetahuan kita. PPATK sudah mengambil langkah nyata, tinggal sekarang giliran masyarakat untuk lebih waspada.
Dengan kolaborasi semua pihak, rekening nganggur tidak lagi jadi “keranjang” uang haram. Mari jaga keamanan finansial bersama!
Sepanjang 2024 saja, PPATK mencatat adanya peningkatan 37% transaksi mencurigakan dibanding tahun sebelumnya.
Buah Semangka bukan hanya buah penyegar di cuaca panas, tapi juga superfood yang menyimpan 7…
Kondisi jalan rusak di Gorontalo memaksa warga mengangkut jenazah dengan motor menuju rumah duka. Potret…
DPRD desak Pemko Medan bangun pompa air di titik rawan banjir, langkah penting untuk tanggulangi…
Fobia adalah ketakutan berlebihan terhadap objek atau situasi tertentu yang bisa memengaruhi kehidupan sehari-hari. Artikel…
"Temukan 10 buah-buahan penyerap racun yang membantu detoks alami tubuh. Dari lemon, apel, hingga buah…