Kota Bogor baru-baru ini digemparkan oleh viralnya aksi seorang petugas parkir ilegal yang mematok tarif tidak masuk akal, yaitu Rp100.000 hanya untuk 20 menit parkir. Kejadian ini sontak mengundang kemarahan warganet, setelah video dan cerita pengalaman korban menyebar luas di media sosial. Banyak masyarakat yang merasa peristiwa ini menjadi bukti nyata bagaimana praktik pungutan liar masih sering terjadi di ruang publik.
Kasus ini bukan sekadar persoalan tarif parkir yang tinggi, melainkan juga menyangkut masalah hukum, keamanan, serta citra kota Bogor yang selama ini dikenal sebagai kota wisata dengan suasana sejuk dan ramah.
Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, kejadian bermula ketika seorang pengunjung salah satu kawasan wisata kuliner di Bogor memarkirkan kendaraannya. Saat hendak pergi, korban diminta membayar biaya parkir sebesar Rp100.000 oleh seorang petugas parkir liar. Awalnya korban mengira ada kesalahpahaman, namun setelah dikonfirmasi, ternyata oknum tersebut bersikeras bahwa itulah tarif yang harus dibayar.
Korban merasa terpaksa menyerahkan uang tersebut karena khawatir terjadi keributan. Tak lama setelah kejadian, cerita korban diunggah di media sosial lengkap dengan bukti foto dan video. Hanya dalam hitungan jam, unggahan itu viral dan memicu diskusi hangat di berbagai platform.
Banjir komentar warganet menunjukkan betapa sensitifnya isu parkir ilegal di Indonesia. Banyak netizen yang menyebut petugas parkir nakal sebagai “oknum pemalak jalanan” yang merugikan masyarakat. Ada pula yang membandingkan tarif liar ini dengan tarif resmi parkir di mal atau hotel berbintang yang jauh lebih murah.
Komentar bernada satir pun bermunculan, misalnya menyebut tarif tersebut setara dengan biaya menginap semalam di penginapan budget, atau bahkan bisa untuk membeli bahan bakar mobil seharian penuh.
Tak butuh waktu lama, aparat kepolisian Bogor turun tangan. Dalam konferensi pers, Kapolresta Bogor menyampaikan bahwa pihaknya telah menangkap oknum petugas parkir ilegal tersebut. Polisi menegaskan bahwa tindakan seperti itu termasuk dalam kategori pungutan liar dan akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
Penangkapan ini menjadi bukti bahwa aparat tidak tinggal diam menghadapi keresahan masyarakat. Kapolresta juga mengimbau masyarakat agar berani melapor bila menemukan praktik serupa. Ia menekankan pentingnya kesadaran publik untuk melawan pungli agar tidak semakin merajalela.
Fenomena petugas parkir liar bukan hal baru di Indonesia, khususnya di kota besar. Banyak area publik, pasar, kawasan wisata, hingga pusat perkantoran yang menjadi lahan empuk bagi oknum untuk mencari keuntungan dengan cara tidak sah.
Ada beberapa faktor yang memicu maraknya parkir ilegal:
Kurangnya area parkir resmi yang memadai.
Lemahnya pengawasan di titik-titik rawan.
Toleransi masyarakat, yang seringkali memilih membayar daripada ribut.
Keterlibatan kelompok tertentu, yang menjadikan parkir liar sebagai ladang bisnis gelap.
Kasus di Bogor hanyalah puncak gunung es dari persoalan struktural yang lebih besar.
Tindakan petugas parkir ilegal yang mematok tarif berlebihan tidak hanya merugikan secara finansial, tapi juga menciptakan rasa tidak aman. Wisatawan, khususnya dari luar kota, bisa merasa enggan kembali jika mengalami pengalaman buruk. Hal ini berpotensi mengurangi daya tarik kota Bogor sebagai destinasi wisata.
Secara ekonomi, praktik pungutan liar juga berarti adanya potensi pemasukan daerah yang hilang. Jika parkir dikelola resmi oleh pemerintah atau pihak swasta yang sah, seharusnya ada retribusi yang masuk ke kas daerah untuk pembangunan. Namun karena dikendalikan oknum, dana tersebut justru masuk ke kantong pribadi.
Pemerintah daerah dan kepolisian diharapkan semakin gencar melakukan penertiban. Beberapa langkah yang bisa ditempuh antara lain:
Memperbanyak area parkir resmi dengan tarif transparan.
Memasang papan informasi tarif parkir agar masyarakat tahu biaya resminya.
Meningkatkan patroli aparat di lokasi rawan pungli.
Menerapkan sistem parkir digital untuk meminimalisasi interaksi langsung dengan oknum.
Penertiban ini penting agar masyarakat tidak lagi menjadi korban pemalakan berkedok jasa parkir.
Banyak warga Bogor menyampaikan aspirasi agar kasus ini dijadikan momentum perubahan. Menurut mereka, keberanian masyarakat untuk memviralkan kejadian tersebut adalah langkah tepat agar aparat segera bergerak.
Ada juga yang berharap agar pemerintah tidak hanya menindak satu kasus, tapi membenahi sistem secara menyeluruh. Dengan begitu, tidak ada lagi ruang bagi petugas parkir ilegal untuk beroperasi seenaknya.
Fenomena parkir liar sebenarnya tidak hanya terjadi di Bogor. Di banyak kota lain, keberadaan petugas parkir seringkali dianggap “hal biasa”. Bahkan, ada anggapan bahwa memberi uang parkir adalah bentuk “toleransi sosial”. Namun kasus Rp100.000 untuk 20 menit ini seakan membuka mata publik bahwa praktik semacam itu bisa sangat merugikan.
Masyarakat kini mulai menyadari bahwa membiarkan parkir liar sama saja mendukung suburnya pungli. Kesadaran ini penting untuk mendorong perubahan budaya di lapangan.
Kasus viral petugas parkir di Bogor yang mematok tarif Rp100.000 untuk 20 menit telah menjadi pelajaran berharga. Bukan hanya soal uang, tapi juga soal keadilan, rasa aman, dan citra sebuah kota. Penangkapan oknum tersebut memberi harapan bahwa hukum bisa tegak, asalkan masyarakat berani bersuara dan aparat bertindak tegas.
Ke depan, perlu sinergi antara pemerintah, aparat, dan warga untuk menuntaskan persoalan parkir liar. Dengan begitu, praktik pungutan liar dapat ditekan, kepercayaan masyarakat pulih, dan kota Bogor bisa kembali dikenal sebagai destinasi wisata yang ramah dan nyaman.
GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) atau penyakit refluks gastroesofagus adalah kondisi medis kronis yang terjadi ketika…
Piala Dunia 2026 tidak hanya menjadi ajang olahraga, tetapi juga ikut terseret ke dalam isu politik…
Di balik tanah yang basah dan berlapis lumut, di lorong-lorong gelap yang tak pernah disentuh…
Kolagen atau protein struktural adalah protein utama dalam tubuh manusia yang berfungsi sebagai perekat alami…
Pendahuluan Fenomena perjudian online (judol) kian marak di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jakarta Barat (Jakbar).…
"Negara ASEAN tidak hanya kaya budaya dan sejarah, tetapi juga menghadirkan fenomena menarik seperti pertumbuhan…