Penjualan BYD di Indonesia Anjlok 58%! Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Turunnya Raksasa Mobil Listrik Ini?

Pasar Mobil Listrik Indonesia Menghadapi Dinamika Baru

Tahun 2025 menjadi periode yang penuh tantangan bagi industri kendaraan listrik di Indonesia. Salah satu merek yang sebelumnya mendapat sorotan besar, BYD (Build Your Dreams), kini menghadapi penurunan tajam dalam kinerja penjualannya. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan BYD di Indonesia turun sekitar 58 persen dalam tiga kuartal terakhir, sebuah angka yang cukup signifikan untuk merek sebesar BYD.

Penurunan ini mengejutkan banyak pihak, terutama mengingat besarnya investasi dan kampanye pemasaran yang telah dilakukan BYD sejak resmi hadir di Indonesia pada 2024. Meski awalnya disambut positif oleh konsumen, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa BYD belum mampu mempertahankan momentum tersebut.


Awal yang Penuh Optimisme

Ketika BYD memperkenalkan tiga model perdananya — BYD Dolphin, Atto 3, dan Seal — di awal 2024, respon publik terbilang luar biasa. Dengan teknologi baterai canggih dan reputasi sebagai produsen mobil listrik terbesar di dunia, BYD dianggap mampu membawa persaingan baru di pasar otomotif nasional.

Pada dua bulan pertama peluncuran, permintaan bahkan mencapai ribuan unit, terutama untuk BYD Dolphin yang digadang-gadang sebagai “mobil listrik rakyat” karena harganya yang relatif terjangkau. Keunggulan BYD terletak pada efisiensi energi, performa tinggi, serta fitur keselamatan yang di atas rata-rata kompetitor di kelasnya.

Namun memasuki pertengahan 2025, tren positif tersebut berubah drastis. Data Gaikindo menunjukkan penurunan distribusi kendaraan BYD dari sekitar 2.300 unit pada kuartal pertama menjadi hanya 960 unit di kuartal ketiga. Angka ini menggambarkan adanya hambatan serius dalam rantai pemasaran dan distribusi.


Faktor-Faktor Penyebab Penurunan Penjualan

1. Persaingan Semakin Ketat

Pasar mobil listrik di Indonesia saat ini semakin ramai. Merek-merek seperti Wuling, Hyundai, dan MG terus memperkuat posisi mereka melalui produksi lokal, harga kompetitif, dan jaringan purna jual yang luas.
Wuling dengan Air EV misalnya, telah lebih dulu membangun pabrik di Cikarang dan memenuhi syarat kandungan lokal (TKDN) yang tinggi, sehingga mendapatkan insentif pajak dari pemerintah.

Sebaliknya, BYD masih mengandalkan produk impor utuh (CBU) dari Tiongkok. Hal ini membuat harga jualnya menjadi lebih tinggi hingga 10–15 persen dibanding pesaing, walaupun kualitas produknya tak kalah. Akibatnya, calon konsumen lebih memilih merek yang sudah terbukti kuat dalam layanan dan dukungan pemerintah.

2. Masalah Kepercayaan terhadap Layanan Purna Jual

Banyak calon pembeli masih ragu terhadap ketersediaan suku cadang dan layanan servis BYD di Indonesia. Sebagian pengguna awal mengaku harus menunggu waktu lama untuk mendapatkan penggantian komponen tertentu — bahkan mencapai 4–6 minggu karena dikirim dari luar negeri.
Kondisi ini membuat persepsi publik terhadap BYD menjadi kurang positif, terutama bagi masyarakat yang terbiasa dengan layanan cepat dari merek Jepang atau Korea.

3. Infrastruktur Pengisian Daya Masih Terbatas

Kendaraan listrik sangat bergantung pada ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Walaupun jumlah SPKLU terus meningkat, distribusinya masih terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Hal ini membuat pengguna di luar Pulau Jawa merasa belum nyaman memiliki mobil listrik. Bagi BYD, hal ini menjadi tantangan karena sebagian besar calon konsumennya berada di wilayah dengan infrastruktur terbatas.

4. Tidak Memenuhi Syarat Insentif TKDN

Pemerintah memberikan insentif bagi kendaraan listrik dengan kandungan lokal minimal 40 persen. Hingga saat ini, BYD belum mencapai angka tersebut karena masih mengimpor sebagian besar komponennya.
Kondisi ini membuat harga mobil BYD relatif lebih mahal dan tidak mendapatkan potongan pajak yang dinikmati oleh merek seperti Wuling atau Hyundai.


Dampak Langsung di Lapangan

Penurunan penjualan BYD tidak hanya berdampak pada catatan angka, tetapi juga terhadap ekosistem bisnisnya di Indonesia. Beberapa dealer di Jakarta, Surabaya, dan Medan melaporkan penurunan kunjungan showroom lebih dari 50 persen sejak pertengahan 2025.
Banyak pengunjung datang untuk melihat, tetapi sedikit yang benar-benar membeli. “Konsumen suka mobilnya, tapi masih takut dengan urusan servis dan harga jual kembali,” kata salah satu tenaga penjual di kawasan BSD.

Selain itu, beberapa diler bahkan mulai memangkas tenaga penjualan untuk menekan biaya operasional. Situasi ini menandakan adanya ketidakseimbangan antara strategi ekspansi BYD dengan kondisi pasar aktual.


Strategi Pemulihan yang Disiapkan BYD

Meski menghadapi masa sulit, BYD tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur dari pasar Indonesia. Perusahaan ini justru sedang menyiapkan strategi tiga tahap pemulihan yang diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik.

Tahap 1: Lokalisasi Produksi

BYD tengah menjajaki kerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk membangun fasilitas perakitan lokal di Jawa Barat. Jika berjalan sesuai rencana, pabrik tersebut akan mulai beroperasi pada 2026 dengan kapasitas produksi awal 50.000 unit per tahun.
Dengan adanya produksi lokal, BYD berharap bisa menekan harga, meningkatkan TKDN, serta memenuhi syarat insentif pemerintah.

Tahap 2: Perluasan Jaringan Servis dan Dealer

BYD menargetkan membuka 20 dealer resmi baru hingga akhir 2025. Setiap dealer akan dilengkapi dengan bengkel dan fasilitas pengisian cepat (fast charging). Ini menjadi langkah penting untuk memperbaiki persepsi layanan purna jual yang selama ini menjadi titik lemah utama.

Tahap 3: Kampanye Edukasi Pasar dan Digitalisasi

Selain memperkuat kehadiran fisik, BYD juga mulai fokus pada kampanye edukatif di media sosial. Mereka menggandeng sejumlah influencer otomotif dan menggelar program test drive berskala nasional untuk meningkatkan kesadaran publik akan efisiensi dan keamanan teknologi baterai BYD.


Pandangan Pemerintah dan Pengamat

Pihak Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai bahwa penurunan penjualan BYD merupakan hal yang wajar di fase awal transisi pasar. “Pasar mobil listrik di Indonesia masih berkembang. Tidak semua pemain langsung berhasil pada tahap awal,” ujar seorang pejabat Direktorat Jenderal ILMATE.

Sementara itu, pengamat otomotif nasional Dr. Fadli Nugroho menilai bahwa masalah BYD lebih pada pendekatan pasar yang belum sesuai dengan karakter konsumen Indonesia.
“BYD punya produk bagus dan teknologi canggih, tapi di Indonesia, faktor kepercayaan dan kemudahan servis lebih penting daripada sekadar fitur,” jelasnya.


Efek Domino di Ekosistem Otomotif

Penurunan penjualan BYD juga berdampak pada mitra bisnis yang terlibat dalam rantai pasok kendaraan listrik. Beberapa startup penyedia jaringan pengisian daya menunda ekspansi karena khawatir permintaan kendaraan listrik menurun.
Selain itu, investor yang sebelumnya antusias membuka dealer BYD kini memilih bersikap hati-hati dan menunggu arah kebijakan perusahaan yang lebih pasti.

Namun di sisi lain, situasi ini membuka peluang bagi merek-merek lokal seperti Electra dan Mobilina, dua produsen mobil listrik berbasis baterai dalam negeri yang mulai naik daun. Mereka mencoba memanfaatkan momen ini untuk menawarkan solusi dengan biaya lebih terjangkau dan kandungan lokal tinggi.


Belajar dari Pasar Internasional

Penurunan penjualan bukan hal baru bagi BYD di pasar global. Di India misalnya, perusahaan ini pernah menghadapi situasi serupa pada 2022. Namun BYD berhasil bangkit dengan membangun fasilitas perakitan lokal dan menjalin kemitraan dengan perusahaan energi untuk memperkuat infrastruktur pengisian daya.
Langkah tersebut bisa menjadi contoh bagi strategi mereka di Indonesia.

Selain itu, BYD memiliki teknologi unggulan seperti Blade Battery, baterai lithium iron phosphate yang terkenal aman dan tahan panas. Teknologi ini dapat menjadi nilai jual utama apabila dikomunikasikan lebih baik kepada masyarakat.


Tekanan Global dan Perang Harga

Konteks global juga memengaruhi situasi BYD di Indonesia. Saat ini, industri mobil listrik sedang menghadapi perang harga di berbagai negara. Beberapa pemerintah mulai mengurangi subsidi, sementara produsen besar seperti Tesla dan MG menawarkan diskon besar untuk menjaga pangsa pasar.
Akibatnya, margin keuntungan bagi produsen menurun tajam. BYD yang masih mengimpor mobil ke Indonesia tentu terkena dampak langsung dari tekanan harga dan biaya logistik internasional yang tinggi.


Prospek Jangka Panjang Pasar EV di Indonesia

Walau mengalami penurunan sementara, prospek pasar kendaraan listrik Indonesia tetap positif. Pemerintah telah menargetkan dua juta kendaraan listrik beroperasi di jalan raya pada 2030.
Upaya memperluas jaringan SPKLU terus dilakukan oleh PLN dan swasta, sementara kebijakan insentif untuk produsen lokal semakin diperkuat.

Jika BYD mampu menyesuaikan strategi dan mempercepat proses lokalisasi, peluang mereka untuk bangkit masih terbuka lebar. Pasar kendaraan listrik di Indonesia belum mencapai titik jenuh, dan ruang pertumbuhan masih sangat besar.


Kesimpulan: Penurunan Tajam Bukan Akhir

Penurunan penjualan BYD sebesar 58 persen memang menjadi pukulan berat, namun bukan berarti akhir dari perjalanan merek ini di Indonesia. Seperti halnya di pasar lain, fase penyesuaian merupakan bagian penting dalam proses adaptasi merek global di negara berkembang.

Dengan langkah konkret seperti lokalisasi produksi, perluasan jaringan servis, serta edukasi konsumen, BYD masih memiliki peluang besar untuk kembali bersaing di pasar mobil listrik nasional.

Pasar Indonesia sendiri sedang bergerak menuju era elektrifikasi yang lebih matang. Dalam perjalanan ini, BYD dan para pesaingnya akan terus berlomba bukan hanya dalam hal teknologi, tetapi juga kepercayaan dan pelayanan kepada masyarakat.
Penurunan saat ini mungkin hanyalah masa transisi menuju keseimbangan baru, di mana pemain yang paling adaptif akan keluar sebagai pemenang.

by : st

Update24

Recent Posts

Rahasia Gymbro Sejati: Pola Latihan dan Nutrisi untuk Tubuh Maksimal

Bangun Tubuh Kuat, Pikiran Sehat, dan Disiplin Tanpa Batas 1. Gaya Hidup Gymbro: Lebih dari…

3 jam ago

BPJS Kesehatan dan Nominasi Nobel Perdamaian 2025: Antara Pengakuan Global dan Keraguan Publik

BPJS Kesehatan Masuk Nominasi Nobel Perdamaian 2025: Pengakuan Dunia atas Sistem Jaminan Kesehatan Indonesia

7 jam ago

10-10-2025, Hari Bahagia Amanda Manopo & Kenny Austin: Pernikahan Intim nan Elegan

Kabar bahagia! Amanda Manopo resmi menikah dengan Kenny Austin pada 10 Oktober 2025 dalam pernikahan…

8 jam ago