PENGADILAN Tinggi Jakarta memutuskan untuk memperberat hukuman terhadap Budi Sylvana, mantan pejabat di Kementerian Kesehatan, dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan 1,1 juta set alat pelindung diri (APD) Covid-19. Dalam putusan tingkat banding tersebut, Budi dinyatakan bersalah atas keterlibatannya dalam praktik korupsi yang merugikan negara selama masa darurat pandemi.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun,” demikian bunyi amar putusan yang dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung pada Senin, 4 Agustus 2025. Tak hanya menambah masa hukuman penjara, majelis hakim juga memutuskan untuk menaikkan besaran denda yang harus dibayar Budi menjadi Rp 200 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan digantikan dengan hukuman kurungan selama empat bulan penjara.
Perkara dengan nomor 40/PID.SUS-TPK/2025/PT DKI ini diputus oleh majelis hakim yang diketuai oleh Tahsin, dengan dua hakim anggota, Margareta Yulie Bartin dan Agung Iswanto, pada sidang yang digelar Kamis, 31 Juli 2025.
Sebelumnya, Budi Sylvana diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
Kasus ini berawal dari pengadaan darurat lima juta pasang APD yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan atau Kemenkes di awal merebaknya pandemi Covid-19. Dalam proses pengadaannya, Budi bersama dua rekannya, Ahmad dan Satrio. Ahmad merupakan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) sedangkan Satrio adalah Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia.
Ketiganya diduga melakukan sejumlah pelanggaran serius, mulai dari negosiasi harga tanpa adanya surat pesanan resmi, penggunaan dana pinjaman dari BNPB sebesar Rp 10 miliar tanpa dokumen pendukung, hingga pembayaran senilai Rp 711,28 miliar untuk 1,01 juta pasang APD kepada perusahaan yang ternyata tidak memiliki izin penyalur alat kesehatan (IPAK).
Satrio dituntut pidana penjara selama 14 tahun dan 10 bulan penjara, sementara Ahmad selama 14 tahun 4 bulan. Kedua terdakwa juga dituntut agar dikenakan pidana masing-masing sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Tak hanya itu, baik Satrio maupun Ahmad, turut dituntut agar dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti masing-masing sebesar Rp 59,98 miliar subsider 4 tahun penjara serta senilai Rp 224,18 miliar subsider 6 tahun penjara.
Jaksa Penuntut Umum meyakini perbuatan ketiga terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus korupsi APD tersebut, tiga orang terdakwa diduga merugikan negara sekitar Rp 319,69 miliar. Kerugian negara terjadi akibat perbuatan para terdakwa yang memperkaya Satrio sebesar Rp 59,98 miliar, Ahmad Rp 224,19 miliar, PT Yoon Shin Jaya Rp 25,25 miliar, serta PT GA Indonesia Rp 14,62 miliar.
Ketiga terdakwa juga turut serta melakukan negosiasi harga APD sejumlah 170 ribu pasang tanpa menggunakan surat pesanan, melakukan negosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak lima juta pasang, serta menerima pinjaman uang dari BNPB kepada PT PPM dan PT EKI sebesar Rp 10 miliar untuk membayarkan 170 ribu pasang APD tanpa surat pesanan dan dokumen pembayaran.
Ketiganya diduga ikut serta dalam penerimaan pembayaran terhadap 1,01 juta pasang APD merek BOHO senilai Rp 711,28 miliar untuk PT PPM dan PT EKI. Padahal, PT EKI tidak memiliki kualifikasi sebagai penyedia barang sejenis di instansi pemerintahan. PT EKI dan PT PPM juga diduga tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga melanggar prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat.
Ketiganya diduga melakukan sejumlah pelanggaran serius, mulai dari negosiasi harga tanpa adanya surat pesanan resmi
Bagaimana format Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia? Apa syarat Timnas Indonesia lolos dan mengapa…
Penyakit kelamin pria sering dianggap tabu, tetapi ketidaktahuan dapat berdampak fatal. Kenali gejala awal untuk…
Seorang wisatawan Australia harus mengeluarkan Rp 69 juta untuk suntik rabies setelah insiden gigitan monyet…
“Simak 5 fakta menarik harga sembako di Sumatra 2025, mulai dari harga beras hingga program…
Karyawati PNM Mekar di Pasangkayu ditemukan tewas dibunuh suami nasabah saat menagih cicilan. Polisi ungkap…
Salah satu bentuk obat yang paling sering digunakan dalam dunia medis adalah painkiller atau obat…