Menggunakan Narkoba atau narkotika dan obat-obatan terlarang, telah menjadi salah satu ancaman besar bagi generasi muda dan kehidupan masyarakat. Di balik janji semu berupa ketenangan, keberanian palsu, dan pelarian dari kenyataan, narkoba menyimpan konsekuensi yang mengerikan. Mereka yang terjerumus ke dalam lingkaran ini sering kali mengawali dengan rasa ingin tahu atau tekanan lingkungan, tapi akhirnya terjebak dalam siklus ketergantungan yang sulit diputus.
Menggunakan Narkoba Banyak pengguna narkoba memulai langkah mereka dari hal-hal yang tampak “ringan”. Rokok, minuman keras, hingga pil penenang yang diperoleh dari teman. Semua diawali dengan dalih: “Cuma coba-coba”, “Sekali ini aja”, atau “Biar nggak stres”. Namun, ketika tubuh mulai terbiasa, efek yang sama tidak lagi terasa dengan dosis yang sama. Maka dimulailah perjalanan mencari sensasi lebih: dari ganja ke sabu, dari ekstasi ke heroin.
Salah satu kesalahan fatal yang sering terjadi adalah persepsi bahwa narkoba hanya akan memengaruhi diri sendiri. Padahal, penggunaan narkoba punya dampak yang luas: keluarga menderita, hubungan hancur, pekerjaan hilang, dan kepercayaan dari masyarakat lenyap.
Secara medis, penggunaan narkoba berdampak sangat serius bagi tubuh. Jenis narkoba seperti sabu (methamphetamine) bisa menyebabkan kerusakan otak, gangguan tidur, penurunan berat badan drastis, dan perilaku agresif. Heroin menyebabkan ketergantungan berat, kerusakan pembuluh darah, serta risiko tinggi overdosis. Obat penenang seperti benzodiazepine bisa membuat pengguna sulit berkonsentrasi dan bahkan mengalami depresi berat.
Dari sisi mental, narkoba mengacaukan kestabilan emosi. Banyak pengguna mengalami gangguan kecemasan, delusi, dan bahkan psikosis. Perilaku mereka menjadi tidak stabil, sulit dipercaya, dan berisiko menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
Dalam jangka panjang, penggunaan narkoba merusak struktur otak yang mengatur kontrol diri, pengambilan keputusan, dan ingatan. Bahkan setelah berhenti, efek ini bisa menetap selama bertahun-tahun.
Nasib orang yang menggunakan narkoba hampir selalu menuju keterasingan sosial. Teman mulai menjauh, keluarga lelah dan kehilangan harapan, dan lingkungan sekitar melihat mereka sebagai “masalah”. Ketika kepercayaan runtuh, pengguna narkoba tak hanya kehilangan orang-orang terdekat, tapi juga kehilangan tempat dalam masyarakat.
Banyak pengguna yang akhirnya kehilangan pekerjaan karena kinerja menurun, keterlambatan, atau ketidakhadiran. Beberapa bahkan terlibat dalam tindakan kriminal seperti pencurian untuk membiayai kebutuhannya. Dari sinilah muncul lingkaran setan: menggunakan narkoba → kehilangan pekerjaan → berbuat kriminal → dipenjara → keluar dan kembali menggunakan karena tak ada tempat kembali.
Hukum di Indonesia sangat tegas terhadap narkoba. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengguna bisa dipenjara hingga 4 tahun, bahkan lebih jika terlibat dalam peredaran. Banyak pecandu yang akhirnya masuk penjara, bukan ke panti rehabilitasi yang seharusnya mereka butuhkan.
Ironisnya, penjara bukanlah tempat yang ideal untuk pemulihan pecandu narkoba. Alih-alih pulih, banyak yang justru makin terjerumus di balik jeruji karena narkoba juga beredar di dalam lembaga pemasyarakatan. Ini membuat banyak pengguna kehilangan kesempatan untuk sembuh dan kembali ke masyarakat.
Meskipun gelap, bukan berarti tidak ada harapan. Banyak mantan pengguna yang berhasil pulih dan membangun kembali hidup mereka. Namun, jalan menuju pemulihan tidak mudah. Rehabilitasi fisik hanya tahap awal. Yang lebih penting adalah proses mental dan sosial—membangun kembali rasa percaya diri, memperbaiki hubungan, dan menciptakan lingkungan yang mendukung.
Sayangnya, tidak semua pengguna mendapatkan akses rehabilitasi. Stigma masyarakat, kurangnya dukungan keluarga, serta biaya yang mahal membuat banyak dari mereka kembali ke pola lama. Padahal, dengan pendekatan yang tepat—dukungan psikologis, spiritual, dan keterampilan hidup—pecandu bisa sembuh dan bahkan menjadi inspirasi bagi orang lain.
Budi (nama samaran), adalah mantan pengguna sabu yang pernah tiga kali masuk penjara. Ia kehilangan pekerjaan, ditinggal istrinya, dan sempat mencoba bunuh diri. Namun di usia 38, ia memutuskan menjalani program rehabilitasi 9 bulan. Kini, ia menjadi konselor di sebuah panti rehabilitasi swasta dan aktif berbicara di sekolah-sekolah tentang bahaya narkoba.
Budi bukan satu-satunya. Ada banyak kisah pemulihan yang luar biasa, yang menunjukkan bahwa meski narkoba membawa kehancuran, pilihan untuk bangkit tetap ada.
Nasib orang yang menggunakan narkoba hampir selalu dimulai dari satu titik yang sama: rasa penasaran dan pelarian. Tapi perjalanan mereka berujung pada kehilangan, sakit, bahkan kematian. Bagi mereka yang belum pernah mencoba, pesan paling kuat adalah: jangan mulai. Lebih mudah menghindari daripada harus memulihkan.
Bagi yang sudah terjerumus, harapan belum hilang. Rehabilitasi bukan sekadar berhenti memakai, tapi membangun hidup yang lebih sehat, lebih bermakna, dan kembali menjadi bagian dari masyarakat.
BY : PELOR
Buah Semangka bukan hanya buah penyegar di cuaca panas, tapi juga superfood yang menyimpan 7…
Kondisi jalan rusak di Gorontalo memaksa warga mengangkut jenazah dengan motor menuju rumah duka. Potret…
DPRD desak Pemko Medan bangun pompa air di titik rawan banjir, langkah penting untuk tanggulangi…
Fobia adalah ketakutan berlebihan terhadap objek atau situasi tertentu yang bisa memengaruhi kehidupan sehari-hari. Artikel…
"Temukan 10 buah-buahan penyerap racun yang membantu detoks alami tubuh. Dari lemon, apel, hingga buah…