Nagatomo
Menjelang Piala Dunia FIFA 26, Yuto Nagatomo yang berusia 38 tahun sekali lagi menjadi pusat perhatian di kubu Jepang.
Nagatomo bermaksud ambil bagian di Piala Dunia FIFA kelima bersama Jepang
Kekuatan mental dan pengalamannya akan menjadi sumber daya utama bagi tim
Sang bek baru-baru ini memimpin tim Asia meraih gelar Kejuaraan Sepak Bola E-1
Pengalaman adalah kualitas yang kerap terbukti menentukan di level tertinggi, terutama di ajang Piala Dunia FIFA. Oleh karena itu, sulit untuk mengukur seberapa pentingnya kehadiran pemain-pemain veteran dalam sebuah tim. Di usia 38 tahun, Yuto Nagatomo sepenuhnya memahami bahwa itulah perannya bagi Jepang, dan ia menerima tanggung jawab tersebut dengan sepenuh hati.
Babak terbaru dari kisahnya dimulai di Piala Asia 2023. Samurai Biru tersingkir mengejutkan dari tangan Iran di perempat final—padahal banyak yang menjagokan mereka untuk menjuarai turnamen tersebut. Ketika suara ketidakpuasan mulai menggema, tim pun berpaling kepada sosok yang sebelumnya telah 15 bulan absen dari panggung internasional. Sosok itu adalah Nagatomo.
Sejak kembali, Jepang tampil dominan di fase grup kualifikasi AFC untuk Piala Dunia FIFA 26, dengan satu-satunya kekalahan terjadi saat tandang ke Australia. Tak diragukan lagi, kehadiran Nagatomo di dalam skuad memberikan dorongan besar bagi performa tersebut.
Meski demikian, Nagatomo sama sekali tidak menginjakkan kaki di lapangan. Meskipun menghabiskan hari demi hari tanpa bermain, sang veteran tak sekadar menjadi pengamat. Dari bangku cadangan, ia tetap memberi inspirasi dan dukungan yang dibutuhkan oleh rekan-rekannya.
“Saya merasa seperti tidak dianggap bagian dari tim karena tidak berada di atas lapangan,” aku Nagatomo, mengungkapkan pergulatan batinnya atas peran yang diberikan kepadanya. Namun tentu ada alasan mengapa ia tetap dipanggil, yakni karena obsesinya untuk tampil di Piala Dunia.
Ia telah tampil di empat edisi sebelumnya, namun menyebut Brasil 2014 sebagai “kekecewaan terbesar dalam hidup saya.” Saat itu, Nagatomo tengah berada dalam performa terbaiknya bersama FC Internazionale Milano. “Saya baru saja menjalani musim terbaik dalam karier saya; saya benar-benar sedang melambung tinggi,” kenangnya.
Di bawah arahan pelatih asal Italia, Alberto Zaccheroni, Jepang membangun tim penuh energi dan visi ke depan dengan pemain-pemain seperti Keisuke Honda dan Shinji Kagawa. Mereka menjuarai Piala Asia 2011, tampil impresif menghadapi tim-tim Eropa, dan melaju mulus di kualifikasi AFC. Semua tampak menjanjikan. Maka kegagalan lolos dari fase grup menjadi pukulan yang sangat pahit, terutama bagi Nagatomo, karena secara signifikan memengaruhi karier dan pandangannya terhadap tim nasional.
“Saat itu saya merasa percaya diri, tetapi kini saya menyadari bahwa mungkin saya terlalu percaya diri,” tuturnya. “Saya kehilangan arah terhadap mimpi dan tujuan saya. Itu pengalaman yang sangat menyakitkan, dan saya masih menyimpan luka dari sana.”
Jika melihat skuad Jepang saat ini, ada banyak kemiripan dengan tim tahun 2014. Keduanya sama-sama tampil dominan di kualifikasi AFC, dengan tim edisi 2025 menjadi yang tercepat lolos dari fase grup. Samurai Biru juga saat ini menjadi tim Asia dengan peringkat tertinggi di FIFA dan memiliki banyak pemain muda bertalenta yang berkarier di luar negeri. Di tengah kondisi tim yang masih mencari kestabilan, pengalaman Nagatomo jelas menjadi nilai yang sangat berharga.
Babak 16 besar telah menjadi tembok penghalang bagi Jepang. Empat dari perjalanan mereka di ajang ini berakhir pada tahap tersebut, dan Nagatomo tampil dalam tiga di antaranya. Meskipun edisi 2026 akan memperluas format turnamen menjadi 48 tim—yang berarti satu babak gugur tambahan—Jepang akan berjuang sekuat tenaga untuk menembus delapan besar.
Kontribusi Nagatomo tidak terbatas pada penampilannya di atas lapangan. Ia menjadi panutan bagi para pemain muda, menunjukkan standar sikap yang patut diteladani dalam latihan, di ruang ganti, bahkan saat berada di hotel tim. Sebagai salah satu pemain senior dalam skuad, ia rutin memimpin pertemuan pemain dan berperan penting dalam menjaga suasana positif di dalam kamp, terutama saat tim menghadapi masa-masa sulit, guna membangun semangat kebersamaan.
Tentu saja, Nagatomo bukan satu-satunya pemain dengan peran semacam ini. Di berbagai penjuru dunia, banyak pemain yang tetap menjadi figur penting dalam tim mereka meski telah memasuki senja karier. Luka Modric dari Kroasia, misalnya, berusia 37 tahun saat tampil di Piala Dunia FIFA 2022 Qatar, namun tetap menjadi jantung lini tengah timnya dan membawa mereka finis di peringkat ketiga. Rafael Marquez dari Meksiko tampil dalam Piala Dunia kelimanya di Rusia 2018 pada usia 39 tahun.
Dan tentu saja, daftar pemain veteran tidak lengkap tanpa menyebut Cristiano Ronaldo. Legenda asal Portugal tersebut mencetak gol di lima edisi Piala Dunia secara beruntun—sebuah pencapaian luar biasa—dan hingga kini masih menjadi sumber gol yang bisa diandalkan. Namun kontribusinya jauh lebih besar dari sekadar mencetak gol; ia juga menjadi sosok pemimpin karismatik yang mampu menularkan rasa percaya diri, ambisi, dan kebersamaan kepada rekan-rekannya di atas lapangan.
Semua pemain tersebut memiliki satu kesamaan: pengalaman. Lebih dari sekadar jumlah tahun bermain, mereka membawa pengetahuan, ketenangan, dan jiwa kepemimpinan—atribut yang melampaui sekadar teknik maupun pemahaman taktik.
Dan ini adalah aspek yang tidak pernah kekurangan dari seorang Nagatomo. Kini, saat menatap kemungkinan tampil di Piala Dunia kelimanya, ia tidak hanya membawa rekam jejak panjang, tetapi juga segudang kebijaksanaan dan semangat untuk memimpin tim menuju masa depan.
Namun Nagatomo belum sepenuhnya menyerah untuk tetap memberi kontribusi di atas lapangan. Dalam ajang Kejuaraan Sepak Bola E-1 baru-baru ini, ia kembali mengenakan ban kapten dan tampil untuk Jepang untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, memimpin tim meraih kemenangan gemilang. Penampilannya menunjukkan bahwa ia masih memiliki banyak hal yang bisa diberikan, bahkan lebih dari sekadar pengalaman dan status senioritasnya.
“Ada banyak hal yang harus saya lakukan, tapi saya tahu saya mampu melakukannya.”
Kata-katanya nyaris tak menyisakan keraguan. Dengan sepuluh bulan tersisa menuju Piala Dunia, perjalanannya masih jauh dari kata selesai.
Mata Sehat adalah jendela dunia. Dengan mata yang sehat, kita bisa menikmati keindahan alam, membaca,…
Jakarta, 2 Oktober 2025 — Keputusan Marselino Ferdinan bergabung dengan klub Slovakia, AS Trenčín, lewat…
Tanpa disadari dalam produk yang ada di rumah, terdapat bahan kimia yang beracun yang…
Setiap tahun, momen libur panjang di China selalu menjadi perhatian dunia. Ratusan juta orang bersiap…
Patah tulang merupakan kondisi ketika kontinuitas tulang terganggu akibat tekanan, benturan, atau trauma yang melebihi…
Antimo adalah salah satu obat yang cukup dikenal luas di Indonesia, terutama karena fungsinya sebagai…