Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) mungkin belum sepopuler jahe, kunyit, atau daun kelor. Namun, di balik bentuknya yang sederhana dan warna merah menyala, tersimpan berbagai rahasia kesehatan yang jarang dibicarakan. Tanaman asli Papua ini sudah lama digunakan oleh masyarakat adat sebagai “penjaga hidup”, namun baru belakangan ini mulai menarik perhatian peneliti modern.
Nama “mahkota dewa” tidak diberikan sembarangan. Dalam kepercayaan masyarakat Papua, tanaman ini dianggap simbol perlindungan dan kekuatan, karena diyakini mampu menolak penyakit dan energi negatif. Bahkan, beberapa suku menyebutnya sebagai “buah kehidupan”, yang hanya diberikan kepada orang yang sedang sakit parah atau menjalani ritual penyembuhan.
Menariknya, seluruh bagian tanaman ini—mulai dari daun, batang, hingga buah—memiliki fungsi berbeda, namun juga mengandung racun alami jika tidak diolah dengan benar. Kombinasi antara khasiat dan bahaya inilah yang membuat mahkota dewa menjadi buah yang “dihormati”.
Selain flavonoid, alkaloid, dan saponin yang umum diketahui, penelitian terbaru menemukan bahwa mahkota dewa juga mengandung:
Mahkoside A dan B – senyawa glikosida yang jarang ditemukan pada tanaman tropis lain, berpotensi menekan pertumbuhan sel kanker.
Fenolik aktif tinggi – memiliki kemampuan antioksidan setara dengan buah delima dan anggur merah.
Zat anti-virus alami – menunjukkan potensi dalam melawan virus hepatitis dan influenza pada uji laboratorium awal.
Menariknya lagi, kadar antioksidan buah mahkota dewa justru meningkat saat dikeringkan, bukan saat segar — kebalikan dari sebagian besar buah lain.
Dulu, masyarakat Papua tidak langsung memakan buahnya. Mereka akan mengiris tipis buah matang, lalu menjemurnya di bawah matahari selama tiga hari sebelum direbus. Proses ini bukan hanya mengurangi racun, tetapi juga memperkuat aroma dan kandungan aktifnya.
Namun kini, banyak orang hanya mengenal mahkota dewa dalam bentuk kapsul atau teh kemasan, tanpa mengetahui tradisi panjang di baliknya. Padahal, cara tradisional tersebut terbukti lebih aman dan alami.
🌱 Mahkota dewa tidak bisa tumbuh di sembarang tanah. Ia membutuhkan tanah lembap dengan kadar mineral tinggi—karena itu tanaman ini tumbuh subur di Papua dan sebagian kecil wilayah Jawa.
💀 Biji buahnya sangat beracun. Kandungan alkaloid di bagian biji bisa memicu kerusakan organ bila tertelan.
🔬 Sudah diuji sebagai bahan antikanker alami. Beberapa universitas di Indonesia dan Malaysia tengah meneliti ekstrak mahkota dewa untuk terapi pendamping kanker payudara dan prostat.
☯️ Dipakai dalam pengobatan energi di Papua. Dalam ritual tertentu, air rebusan buah ini dipercaya dapat “menetralisir tubuh” dari racun batin dan fisik.
Buah mahkota dewa bukan sekadar herbal biasa. Ia adalah warisan alam yang menyimpan kombinasi racun dan obat dalam satu wujud. Di tangan yang tepat, ia bisa menjadi sumber penyembuhan luar biasa; namun jika disalahgunakan, bisa berbahaya.
Di tengah tren kembali ke alam, mungkin sudah saatnya kita menghargai kearifan lokal Papua—bukan hanya sebagai cerita rakyat, tapi sebagai sumber ilmu kesehatan yang layak dikembangkan lebih jauh.
Pendahuluan: Revolusi Teknologi di Lautan Dalam beberapa dekade terakhir, industri perikanan tuna mengalami perubahan besar.…
https://yokmaju.com/
Penyedap rasa atau sering dikenal dengan sebutan MSG (Monosodium Glutamate) adalah bahan tambahan makanan yang…
Kulit adalah bagian tubuh yang dapat mudah terkelupas, terutama pada bagian tangan dan kaki. Hal…
Dalam kehidupan rumah tangga, setiap pasangan pasti menghadapi badai dan ujian. Namun, tidak semua badai…
Salah satu yang paling populer adalah sulam alis atau eyebrow embroidery. Teknik ini menjanjikan bentuk…