Categories: Trending

Kontroversi Proyek Sejarah Nasional: Narasi Publik

1. Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Menjelang 80 Tahun Merdeka

Pemerintah Indonesia tahun ini meluncurkan proyek penulisan ulang sejarah nasional melalui Kementerian Kebudayaan, yang di pimpin oleh Menteri Fadli Zon dan di kembangkan oleh tim 100 akademisi bawah koordinasi Susanto Zuhdi. Tujuan resmi proyek ini adalah menghasilkan 10 jilid buku sejarah yang siap di luncurkan sebelum 17 Agustus 2025 untuk memperkuat identitas nasional dan kebanggaan kolektif

Namun, kontroversi meletus ketika sejumlah aktivis, pengamat sejarah, dan penyintas peristiwa 1965–1966 mengkhawatirkan kemungkinan whitewashing peristiwa kelam seperti pembantaian komunis, pelanggaran HAM era Orde Baru, serta penghilangan tokoh kontroversial seperti Suharto. Sejumlah pihak menilai proyek ini berpotensi menghilangkan pluralitas narasi dan “operasi memori politik” yang mencederai demokrasi Reuters.

Sejarawan kritis seperti Yanuar Nugroho

menegaskan bahwa jika sejarah di tulis oleh kekuasaan dengan afiliasi politik tertentu, risiko distorsi naratif sangat besar. Hal ini di perparah oleh latar tokoh utama proyek—dengan keterkaitan kepada tokoh-tokoh bersejarah—yang memperkuat skeptisisme terhadap objektivitas buku tersebut The AustralianMonitor Indonesia.

2. Debat Tentang Peran Negara vs Akademisi Independen

Tokoh intelektual seperti A.M. Hendropriyono dan Mahfud MD mengkritik keras keterlibatan pemerintah dalam penulisan sejarah resmi. Hendro menyebut bahwa penulisan sejarah perlu di lakukan oleh akademisi independen, bahkan dari pihak luar seperti Belanda—untuk memastikan sudut pandang netral dan komprehensif tanpa tekanan politik Reuters+15Monitor Indonesia+15BBC+15. Sejarah Nasional

Mahfud MD

juga menegaskan bahwa sejarah yang menyangkut peristiwa kontroversial seperti peristiwa 1965–1966 seharusnya di kaji oleh banyak institusi akademik agar pluralitas perspektif tetap terjaga. Ia mengusulkan agar negara hanya menyediakan dana, sementara proses penulisan dilakukan oleh beragam akademisi dari kampus berbeda Monitor Indonesia. Sejarah Nasional

3. Momentum Global: Repatriasi Artefak & Diskursus Legitimasi

Beberapa bulan sebelum proyek, Indonesia juga sukses memamerkan lebih dari 800 artefak, termasuk patung batu Buddha dan keris Pangeran Di ponegoro, yang di kembalikan dari Belanda. Repatriasi ini di pandang sebagai bagian dari upaya membentuk kembali narasi sejarah bangsa dan memulihkan warisan budaya yang sempat hilang akibat kolonialisme AP News.

Namun, saat artefak kembali di pamerkan, publik bertanya: apakah memulihkan artefak juga di iringi dengan komitmen moral terhadap rekonsiliasi sejarah? Banyak menyuarakan bahwa artefak fisik yang telah kembali tidak cukup tanpa refleksi atas trauma sosial politik masa lalu.

4. Politik Digital & Dinasti: Warisan Sejarah yang Viral

Bukan hanya penulisan ulang sejarah yang menjadi sorotan — fenomena politik dinasti juga viral. Penetapan Gibran Rakabuming (anak Presiden Jokowi) sebagai calon wakil presiden memicu kontroversi, termasuk dugaan pengaturan undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi untuk memungkinkan pencalonannya. Ini mencetuskan isu nepotisme dan politisasi keluarga dalam karier politik Republika Online+7tirto.id+7DEMOCRAZY News+7Wikipedia.

Dalam kontestasi Pemilu 2024, kampanye politik di gital semakin intens dengan penggunaan AI, deepfake, avatar Prabowo di TikTok, iklan otomatis dari Suharto digital, serta chatbots interaktif oleh tim Ganjar dan Anies. Semua ini menjadi bagian dari sejarah politik viral yang mempengaruhi opini generasi muda WikipediaWikipedia.

5. Dampak: Kenangan Kolektif vs Politicisasi Sejarah

Konflik naratif yang timbul menciptakan pertanyaan utama: siapa yang berhak menulis sejarah, dan untuk siapa? Dari sudut aktivis dan keluarga korban peristiwa kelam, ada tuntutan agar sejarah resmi tetap mencakup trauma dan ketidakadilan—bukan hanya sejarah kebanggaan.

Sementara itu, pemerintah berdalih bahwa penyusunan sejarah adalah upaya menyelaraskan beragam fakta agar membangun narasi nasional yang kohesif. Namun publik mempertanyakan: apakah kohesi di bangun dengan pengingkaran atau inklusivitas?

6. Rekomendasi Move Forward

  • Libatkan lembaga independen, di aspora akademik, dan lembaga internasional dalam proses kajian sejarah.

  • Publikasikan versi alternatif hasil riset akademik dari universitas berbeda, beserta arsip otentik dan testimoni korban.

  • Dorong diskursus publik via seminar sejarah terbuka, forum digital, dan dokumentasi video oral.

  • Edukasikan generasi muda soal politik media sosial dan sejarah digital agar mereka dapat memahami bagaimana narasi sejarah terbentuk dan dikonsumsi.

Update24

Recent Posts

4 Penyebab Tubuh Dapat Mengalami Alergi Dingin

Tdak seimua orang dapat menikmati udara, cuaca, atau suhu dingin. Selain menggigil karena kedinginan, beberapa…

3 hari ago

Apa Itu Tiket Dinamis Piala Dunia 2026 dan Mengapa Merugikan Suporter?

Tiket dinamis Piala Dunia 2026 mirip dengan mekanisme tiket pesawat atau hotel Tahap distribusi tiket…

3 hari ago

7 Manfaat Dahsyat Buah Belimbing untuk Kesehatan Tubuh

Buah belimbing, atau dikenal juga dengan nama star fruit karena bentuknya menyerupai bintang ketika dipotong…

3 hari ago

Polri Tetapkan 1 Tersangka Baru : Tambang Ilegal Batu Bara di IKN

Polri Tetapkan 1 Tersangka Baru : Kasus Tambang Ilegal Batu Bara Rp 5,7 T di…

3 hari ago

Analisis Saham PT Repower Asia Indonesia Tbk

Kami berkomitmen menghadirkan hunian dan proyek properti di lokasi strategis dengan standar kualitas tinggi, dirancang…

3 hari ago