Ketegangan As&Iran Melonjak Sebagai respons atas dugaan ancaman dari Teheran, Departemen Pertahanan AS mengerahkan armada pesawat pengebom siluman B‑2 Spirit ke pangkalan milit, er Andersen di Guam. Langkah ini menjadi sinyal kesiapan Washington untuk menghadapi kemungkinan konflik terbuka.
Alih-alih langsung terlibat konfrontasi militer, AS memilih untuk menekan secara strategis melalui unjuk kekuatan dan diplomasi. Artikel ini membahas alasan pengerahan B‑2, pentingnya Guam secara strategis, serta bagaimana dunia merespons ketegangan ini. Selanjutnya, kita akan membahas latar belakang insiden terbaru, peran B‑2 dalam doktrin militer AS, reaksi internasional, dan berbagai kemungkinan skenario ke depan.
Ketegangan antara AS dan Iran melonjak setelah beberapa insiden penting terjadi selama Mei hingga awal Juni 2025. Berikut beberapa peristiwa utama yang memperburuk hubungan kedua negara:
Menanggapi ancaman ini, Departemen Pertahanan AS mengerahkan B‑2 Spirit dari Missouri ke Guam untuk memperkuat kekuatan udara strategis AS.
Guam, wilayah non-inkorporasi AS di Pasifik Barat, merupakan aset militer penting. Karena letaknya yang dekat dengan kawasan Indo-Pasifik, Guam ideal sebagai titik peluncuran operasi udara ke Asia dan Timur Tengah. Pangkalan Andersen menyediakan landasan pacu yang mampu menampung pesawat besar seperti B‑2 dan B‑52, serta dilengkapi dengan sistem pertahanan udara modern.
Dengan mengerahkan B‑2 ke Guam, AS mengirim pesan tegas kepada Iran dan rival regional seperti Rusia, China, dan Korea Utara. Langkah ini menunjukkan kemampuan AS merespons dengan cepat di berbagai medan konflik sekaligus mempertahankan superioritas militernya.
B‑2 Spirit adalah pesawat pengebom siluman generasi lanjut yang dirancang untuk menembus pertahanan udara musuh dan menjatuhkan bom konvensional maupun nuklir. Amerika Serikat satu-satunya negara pemilik pesawat ini, dan produksinya sangat terbatas.
Selama beberapa dekade terakhir, B‑2 telah tampil dalam operasi di Kosovo, Irak, Afghanistan, dan Libya. Kehadirannya di Guam kali ini secara simbolis menandakan kesiapan AS untuk menggunakan kekuatan strategis jika situasi memburuk.
Iran merespons pengerahan B‑2 ini dengan keras. Juru bicara militer Iran menyatakan, “Kami akan menembak setiap pelanggaran wilayah udara kami.” Garda Revolusi Iran (IRGC) memperkuat sistem pertahanan rudal di sekitar fasilitas nuklir dan pangkalan militer.
Selain itu, media pemerintah Iran memperkuat narasi bahwa AS mencari alasan untuk berperang. Mereka juga memobilisasi opini publik dan memperingatkan bahwa Iran tidak akan diam jika kedaulatannya dilanggar.
PBB mengadakan sidang darurat dan memperingatkan bahwa ketegangan ini dapat berujung pada konflik besar yang tidak terkendali.
Jika Iran melancarkan serangan terbatas terhadap kepentingan AS atau sekutunya, AS mungkin membalas dengan serangan presisi menggunakan B‑2 atau rudal jelajah. Target dapat berupa pangkalan militer, pusat komunikasi, atau fasilitas peluncuran rudal Iran.
Kelompok seperti Hezbollah di Lebanon dan milisi Syiah di Irak bisa menyerang atas nama Iran. Dalam situasi ini, AS menghadapi dilema: menanggapi berarti memperluas konflik, namun tidak menanggapi bisa dianggap lemah.
Jika ketegangan semakin meningkat, China dan Rusia dapat memfasilitasi negosiasi antara AS dan Iran. Hasilnya mungkin gencatan senjata sementara, pengawasan ketat program nuklir, atau bahkan normalisasi hubungan diplomatik.
Ini adalah skenario paling berbahaya. Kesalahan perhitungan satu pihak bisa memicu perang regional, bahkan global. Dampaknya dapat meluas ke stabilitas ekonomi dunia dan menyebabkan krisis pengungsi.
Gedung Putih menegaskan bahwa pengerahan B‑2 bertujuan mencegah konflik, bukan memprovokasi. Mereka ingin menahan ambisi militer Iran dan mencegah eskalasi. Presiden Trump menyatakan bahwa AS tidak mencari perang, namun akan membela kepentingan nasionalnya tanpa ragu.
Selain itu, AS memperkuat kerja sama dengan Inggris, Australia, dan Jepang untuk membentuk koalisi diplomatik dan militer yang menekan Iran agar kembali ke meja perundingan.
Di AS, opini publik terbagi. Sebagian mendukung pengerahan militer sebagai bentuk pertahanan nasional. Namun, sebagian lain khawatir konflik serupa Irak dan Afghanistan kembali terulang.
Di Iran, media pemerintah menggambarkan AS sebagai agresor. Sementara itu, masyarakat sipil menunjukkan kekhawatiran akan kemungkinan perang skala penuh. Protes dan unjuk rasa damai pun muncul di berbagai kota besar dunia, menyerukan perdamaian dan dialog.
Pengerahan B‑2 Spirit ke Guam menandai babak baru dalam konflik panjang antara AS dan Iran. Meskipun belum terjadi tembakan langsung, situasi geopolitik saat ini menunjukkan dunia berada di titik kritis. Setiap kesalahan langkah dapat memicu bencana yang jauh lebih besar daripada sekadar konflik regional.
Oleh karena itu, diplomasi, tekanan internasional, dan komunikasi terbuka harus menjadi prioritas untuk mencegah konflik meluas. Harapan terbesar terletak pada para pemimpin dunia yang memilih perdamaian, bukan peperangan.
by : st
Pendahuluan Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) telah menjadi salah satu teknologi paling revolusioner dalam…
Pendahuluan: Scorpio dan Misteri Energi Hari Ini Tanggal 24 September 2025 adalah hari yang penuh…
Bagaimana format Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia? Apa syarat Timnas Indonesia lolos dan mengapa…
Penyakit kelamin pria sering dianggap tabu, tetapi ketidaktahuan dapat berdampak fatal. Kenali gejala awal untuk…
Seorang wisatawan Australia harus mengeluarkan Rp 69 juta untuk suntik rabies setelah insiden gigitan monyet…
“Simak 5 fakta menarik harga sembako di Sumatra 2025, mulai dari harga beras hingga program…