Hari ini Jakarta benar-benar bergetar. Ribuan pengemudi ojek online (ojol) tumpah ruah ke jalan, membawa semangat perlawanan yang bergemuruh. Suara klakson motor saling bersahutan, bendera komunitas ojol berkibar di udara, dan teriakan lantang menggema dari pengeras suara.
Bukan sekadar unjuk rasa biasa, aksi ini menjadi puncak dari rasa muak yang sudah lama dipendam para driver. Mereka turun ke jalan dengan membawa 9 tuntutan mengejutkan yang siap mengguncang pemerintah, aplikator, bahkan masyarakat luas.
Kemarahan ojol bukan tanpa alasan. Sejak awal kehadiran aplikasi transportasi online, driver dijanjikan penghasilan yang stabil dan peluang hidup lebih baik. Namun seiring waktu, janji itu berubah jadi kekecewaan.
Pemotongan aplikator yang mencekik, kebijakan suspend sepihak, hingga tarif yang tak manusiawi membuat para driver merasa hanya menjadi pion dalam permainan bisnis besar. Mereka bekerja keras di jalanan, menghadapi risiko kecelakaan, kriminalitas, hingga cuaca ekstrem, namun hasil yang dibawa pulang semakin menipis.
Hari ini, mereka bersatu untuk menegakkan harga diri: “Kami bukan budak aplikasi!”
Para driver tidak hanya mengeluh. Mereka datang dengan tuntutan yang jelas, tegas, dan berani. Berikut penjelasan mendalam:
Potongan Aplikator Maksimal 10%
Saat ini aplikator mengambil hingga 25% dari setiap perjalanan. Driver menilai ini perampokan modern. Mereka menuntut potongan diturunkan ke angka 10% saja.
Transparansi Tarif
Banyak driver merasa dikerjai oleh sistem tarif yang tidak jelas. Kadang tarif naik, kadang turun drastis tanpa pemberitahuan. Mereka menuntut transparansi penuh.
Kenaikan Tarif Dasar
Dengan harga BBM dan biaya hidup yang melambung, tarif dasar Rp2.000–2.500 per km dianggap tidak masuk akal. Mereka menuntut tarif dinaikkan demi penghasilan layak.
Perlindungan Hukum
Order fiktif, perampokan, pelecehan, hingga kekerasan jalanan kerap dialami driver. Mereka menuntut negara hadir melindungi.
Jaminan Sosial dan Kesehatan
Ribuan driver terpaksa menanggung risiko kesehatan sendiri. Mereka menuntut BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan disubsidi khusus.
Stop Suspend Sepihak
Suspend mendadak tanpa bukti jelas adalah momok bagi driver. Mereka menuntut adanya mekanisme banding yang adil.
Pemerataan Insentif
Hanya segelintir driver “elite” yang merasakan bonus besar. Mayoritas hanya gigit jari. Mereka ingin insentif dibagikan lebih merata.
Keterlibatan Driver dalam Kebijakan
Selama ini kebijakan dibuat sepihak antara pemerintah dan aplikator. Driver menuntut kursi dalam setiap meja perundingan.
Ganti Menteri Perhubungan
Inilah tuntutan paling panas. Menhub dianggap gagal melindungi kepentingan ojol. Desakan mundur pun bergema di jalanan.
Pemandangan hari ini sungguh dramatis. Jalanan ibu kota dipenuhi lautan jaket hijau. Para driver membawa poster, spanduk, bahkan replika motor dengan tulisan “Tarif Layak atau Kami Mogok!”.
Aparat kepolisian tampak berjaga ketat. Namun suasana tetap relatif damai, meski sesekali orasi berapi-api membuat suasana panas. Slogan “10% atau Revolusi Ojol!” terdengar di mana-mana.
Masyarakat merasakan langsung dampak aksi ini. Banyak pengguna mengeluhkan sulitnya mendapatkan driver hari ini. Tarif melambung tinggi karena jumlah driver yang aktif minim.
Sejumlah kantor bahkan meliburkan karyawan karena sulitnya transportasi. Di sisi lain, banyak masyarakat justru mendukung. Media sosial dibanjiri tagar #OjolBerjuang dan #Potongan10Persen.
Aplikator tentu tidak tinggal diam. Mereka berdalih bahwa potongan besar digunakan untuk pengembangan sistem, promosi, dan keamanan. Namun bagi driver, alasan itu hanya kedok untuk memperkaya korporasi.
Benturan kepentingan ini ibarat api dalam sekam. Jika tidak segera diselesaikan, konflik bisa memicu gelombang mogok nasional.
Tuntutan mengganti Menteri Perhubungan membuat aksi ini semakin politis. Para driver menilai Menhub hanya jadi boneka aplikator. Dalam orasi mereka, terdengar lantang:
“Jika Menhub tidak bisa bela kami, lebih baik mundur! Kami butuh pemimpin yang berpihak, bukan pengkhianat rakyat kecil!”
Kalimat itu seketika membuat massa bergemuruh. Desakan ini bukan lagi sekadar isu transportasi, tapi sudah masuk ranah politik nasional.
Bila ditelaah, tuntutan driver sebenarnya sederhana: keadilan. Mereka tidak meminta jadi kaya mendadak, hanya ingin kerja keras di jalan dihargai secara layak.
Potongan adil berarti lebih banyak uang untuk keluarga driver.
Tarif layak berarti kehidupan sehari-hari bisa ditopang tanpa harus kerja 15 jam nonstop.
Perlindungan hukum berarti driver bisa bekerja tanpa rasa takut.
Isu ini menyentuh sendi keadilan ekonomi. Maka tak heran, demo kali ini menggema lebih keras dari biasanya.
Menariknya, isu potongan dan tarif ojol tidak hanya terjadi di Indonesia.
India: Pemerintah membatasi komisi maksimal 15%.
Vietnam: Tarif dasar diatur ketat, driver dapat subsidi bahan bakar.
Brasil: Driver dianggap pekerja formal, dengan jaminan sosial wajib.
Melihat contoh ini, wajar jika driver Indonesia merasa dianaktirikan. Mereka bertanya-tanya, “Kenapa negara lain bisa lebih adil, tapi di sini kami terus diperas?”
Jika aksi ini tidak ditanggapi serius, dampaknya bisa luas:
Menurunnya layanan transportasi online, merugikan jutaan pengguna.
Turunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Potensi kerugian besar bagi aplikator, jika driver melakukan mogok massal jangka panjang.
Bahkan, investor asing bisa ragu menanam modal karena ketidakstabilan sektor transportasi online.
Di balik sorakan massa, ada wajah-wajah letih penuh harap. Banyak driver hanyalah kepala keluarga yang ingin membawa pulang uang cukup untuk anak dan istri.
Seorang driver berorasi sambil menitikkan air mata:
“Kami rela panas-panasan, hujan-hujanan, dikejar waktu, bahkan dikejar utang. Tapi kalau hasil kerja kami terus dipotong, apa arti semua ini? Kami hanya ingin hidup layak!”
Kata-kata itu membuat banyak pendengar terdiam. Di balik motor hijau itu, ada manusia dengan mimpi sederhana.
Pertanyaannya kini: apakah pemerintah dan aplikator mau mendengar? Atau tuntutan ini hanya akan masuk tong sampah birokrasi?
Jika tidak ada solusi, bukan mustahil gelombang protes berikutnya lebih besar lagi. Bahkan, driver dari seluruh Indonesia bisa bergerak serentak.
Demo hari ini hanyalah awal dari pertarungan panjang. Para driver ojol sudah menunjukkan kekuatan mereka: ribuan manusia bersatu, suara rakyat kecil yang menggema.
Apakah 9 tuntutan itu akan terpenuhi? Atau justru akan menjadi bara api yang semakin membakar?
Yang jelas, pesan mereka sudah jelas:
“Hentikan potongan mencekik, naikkan tarif layak, lindungi driver, dan ganti Menhub jika perlu!”
Pertarungan ini belum selesai. Dan sejarah akan mencatat, hari ini ojol telah bersuara
"Negara ASEAN tidak hanya kaya budaya dan sejarah, tetapi juga menghadirkan fenomena menarik seperti pertumbuhan…
“Duduk seharian bukan alasan untuk pasif. Dengan gerakan kecil, tubuh tetap bugar dan pikiran segar…
Awal Mula Aksi Tak Biasa di Deli Serdang Kejadian unik terjadi di Kabupaten Deli Serdang,…
Denpasar, Bali – Seorang warga negara asing (WNA) asal Ukraina divonis penjara seumur hidup oleh…