Efek Fatal Minum Bir saat Olahraga: Picu Dehidrasi dan Rusak Hati
Sebuah aksi kontroversial terjadi dalam ajang Pocari Sweat Run 2025 yang berlangsung di Kota Bandung. Komunitas lari Freeruners Bandung membagikan bir kepada para peserta yang hampir mencapai garis finish. Mereka menuangkan bir ke dalam gelas plastik dan menyodorkannya kepada pelari sebagai bentuk semangat. Namun, niat mereka justru berujung kritik tajam dari warganet dan para tenaga kesehatan.
Alih-alih menyemangati, aksi ini malah dinilai membahayakan. Banyak pihak menilai tindakan tersebut tidak etis, apalagi dilakukan di ruang publik dan melibatkan peserta olahraga yang seharusnya menjaga kondisi tubuh.
Kota Bandung bukan tanpa regulasi. Pemerintah daerah telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Perda ini bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif alkohol, termasuk gangguan ketertiban umum hingga masalah kesehatan.
Aturan ini menegaskan bahwa distribusi dan konsumsi alkohol harus dilakukan dengan pengawasan ketat. Aksi membagikan bir di ajang olahraga tentu menabrak semangat peraturan tersebut.
Spesialis penyakit dalam, dr. Rudy Kurniawan, SpPD, menegaskan bahwa konsumsi alkohol setelah berolahraga bertolak belakang dengan tujuan utama olahraga: menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh. Alih-alih memperbaiki metabolisme, alkohol justru merusaknya.
Menurut dr. Rudy, bir memicu gangguan metabolisme lemak. Hal ini menyebabkan penumpukan lemak di perut yang dikenal dengan istilah ‘beer belly’. Kondisi ini bukan hanya mengganggu penampilan, tetapi juga merupakan tanda obesitas sentral yang berisiko tinggi terhadap penyakit jantung dan diabetes.
Tak berhenti di situ, konsumsi bir secara rutin juga memperbesar kemungkinan terjadi perlemakan hati atau fatty liver. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa berkembang menjadi hepatitis alkoholik hingga sirosis atau pengerasan hati, yang merupakan kerusakan hati permanen dan berbahaya.
“Tidak ada tingkat konsumsi alkohol yang sepenuhnya aman,” tegas dr. Rudy.
Senada dengan dr. Rudy, dr. Aru Ariadno, SpPD-KGEH, juga mengingatkan bahwa bir dan alkohol secara umum lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat. Ia menyebut bahwa alkohol dapat menyebabkan gangguan kesadaran, yang bisa berujung pada tindakan tidak terkontrol dan membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
“Selain gangguan kesadaran, perilaku pun bisa berubah menjadi agresif atau tidak terkontrol. Ini berbahaya, terutama di tengah kerumunan seperti acara lari massal,” jelas dr. Aru.
Lebih jauh, dr. Aru mengungkapkan bahwa konsumsi alkohol jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan organ vital seperti hati. Bahkan, risiko gagal hati akut atau kronis sangat mungkin terjadi jika konsumsi tidak dihentikan.
“Lebih banyak keburukan daripada kebaikan. Karena itu, sebaiknya alkohol—termasuk bir—dihindari,” tegasnya.
Masyarakat perlu menyadari bahwa tubuh yang sedang aktif berolahraga membutuhkan cairan yang cukup untuk menunjang kerja otot, mempertahankan suhu tubuh, dan mempercepat pemulihan. Mengganti air dengan bir justru meningkatkan risiko dehidrasi.
Spesialis kedokteran olahraga, dr. Andhika Raspati, SpKO, menjelaskan bahwa alkohol memiliki efek diuretik, yakni meningkatkan produksi urine. Kondisi ini membuat tubuh kehilangan lebih banyak cairan dan berisiko mengalami dehidrasi berat saat berolahraga.
“Kalau kita olahraga dan minum Bir alkohol, tubuh justru makin kehilangan cairan. Ini bahaya, bisa menyebabkan kram otot, pusing, bahkan pingsan,” jelasnya.
Tak hanya itu, dr. Dhika juga mengingatkan bahwa alkohol dapat menghambat proses pemulihan tubuh usai berolahraga. Padahal, pemulihan adalah bagian penting dari proses pembentukan otot dan peningkatan kebugaran.
“Olahraga memang ‘merusak’ jaringan tubuh, tapi itu normal. Tubuh akan membentuk jaringan baru yang lebih kuat saat masa recovery. Nah, kalau ada alkohol, proses pemulihannya terganggu,” tambahnya.
Dalam banyak budaya, konsumsi Minum Bir alkohol masih dianggap wajar dalam situasi sosial tertentu. Namun, membawa Minum bir ke dalam dunia olahraga justru merusak semangat hidup sehat yang menjadi esensi utama dari olahraga itu sendiri.
Komunitas lari seharusnya menjadi teladan bagi gaya hidup sehat, bukan malah mempromosikan kebiasaan yang berisiko merusak tubuh. Dengan mengganti bir dengan air mineral, susu, atau minuman elektrolit, para pelari akan mendapat manfaat yang jauh lebih besar bagi kesehatan mereka.
Olahraga membutuhkan dukungan nutrisi dan cairan yang tepat, bukan alkohol yang memperberat kerja organ vital.
Minum bir saat berolahraga bukan hanya tidak bermanfaat, tapi juga sangat berisiko. Dampaknya bisa menyebabkan dehidrasi, gangguan metabolisme, perlemakan hati, hingga gangguan kesadaran. Para ahli sepakat: lebih baik menghindari alkohol sepenuhnya daripada mengambil risiko terhadap tubuh.
Kontroversi di ajang lari Pocari Sweat Run 2025 menjadi pelajaran penting. Masyarakat perlu lebih bijak dan kritis dalam memilah mana gaya hidup sehat dan mana yang hanya sensasi sesaat. Jangan biarkan tubuh yang sudah kita rawat dengan olahraga rusak hanya karena satu gelas bir.
Tdak seimua orang dapat menikmati udara, cuaca, atau suhu dingin. Selain menggigil karena kedinginan, beberapa…
Tiket dinamis Piala Dunia 2026 mirip dengan mekanisme tiket pesawat atau hotel Tahap distribusi tiket…
Buah belimbing, atau dikenal juga dengan nama star fruit karena bentuknya menyerupai bintang ketika dipotong…
Polri Tetapkan 1 Tersangka Baru : Kasus Tambang Ilegal Batu Bara Rp 5,7 T di…
Kami berkomitmen menghadirkan hunian dan proyek properti di lokasi strategis dengan standar kualitas tinggi, dirancang…