Di era serba cepat, makanan instan dan fast food sering jadi pilihan utama. Burger, misalnya, kerap dianggap praktis sekaligus bergizi karena terdiri dari roti, daging, sayuran, dan keju. Tak sedikit orang tua yang menganggap memberikan burger kepada anak adalah bentuk pemenuhan gizi seimbang.
Namun, kritik keras muncul dari seorang dokter yang sudah lama dikenal sebagai pejuang pola makan sehat, Dr. Tan Shot Yen. Ia dengan tegas menyatakan bahwa burger bukanlah makanan bergizi seimbang. Lebih jauh lagi, Dr. Tan justru mendorong orang tua di Indonesia untuk mengenalkan anak-anak pada makanan tradisional yang lebih sehat, seperti kapurung dan ikan kuah asam.
Pernyataan ini sontak memicu diskusi luas. Benarkah burger bukan bagian dari makanan bergizi? Mengapa Dr. Tan justru menyarankan kapurung dan ikan kuah asam? Mari kita kupas satu per satu.
Sebelum lebih jauh membahas kritiknya, mari kenalan dulu dengan sosok yang menyampaikan. Dr. Tan Shot Yen adalah seorang dokter, nutrisionis, dan edukator kesehatan yang dikenal vokal mengkritisi pola makan modern yang tidak sehat.
Beliau sering mengingatkan masyarakat bahwa kesehatan bukan hanya soal “tidak sakit”, tetapi bagaimana kita mencegah penyakit sejak dini dengan cara makan yang benar. Dalam berbagai kesempatan, Dr. Tan juga mengangkat pentingnya kearifan lokal dalam menjaga kesehatan tubuh.
Dengan latar belakang dan konsistensinya, wajar jika pernyataannya soal burger dan makanan lokal langsung mendapat perhatian besar.
Di Indonesia, istilah Makanan Bergizi Seimbang (MBG) sering dipakai dalam dunia pendidikan dan kampanye kesehatan. Konsepnya sederhana: tubuh membutuhkan asupan dari berbagai kelompok makanan — karbohidrat, protein, lemak sehat, vitamin, dan mineral.
Secara teori, burger bisa terlihat memenuhi itu: ada roti (karbohidrat), daging (protein), sayuran (serat dan vitamin), serta keju atau saus (lemak). Inilah yang membuat banyak orang, termasuk sebagian sekolah, menganggap burger sebagai makanan bergizi.
Tapi, apakah benar begitu? Dr. Tan justru membongkar sisi lain yang jarang diperhatikan.
Menurut Dr. Tan, burger bukan representasi makanan bergizi seimbang. Mengapa?
Bahan Olahan Tinggi
Burger umumnya menggunakan daging olahan, keju olahan, serta roti putih tinggi gula. Bahan-bahan ini jauh dari konsep pangan alami.
Kandungan Gizi Tidak Ideal
Meski terlihat lengkap, kandungan nutrisi dalam burger tidak seimbang. Lemak jenuh, natrium, dan gula jauh lebih tinggi dibandingkan vitamin, serat, dan mineral.
Budaya Konsumsi Instan
Memberikan burger sejak dini berarti membiasakan anak pada makanan instan, bukan makanan segar alami.
Risiko Jangka Panjang
Pola makan berbasis fast food terbukti meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, hipertensi, bahkan penyakit jantung.
Jadi, ketika burger disebut sebagai MBG, menurut Dr. Tan, itu adalah kesalahan besar yang bisa menjerumuskan generasi muda.
Daripada burger, Dr. Tan menyarankan makanan lokal khas Sulawesi yang jauh lebih sehat: kapurung dan ikan kuah asam.
Kapurung adalah makanan tradisional dari sagu yang diolah menjadi bubur kenyal, lalu disajikan dengan sayuran segar, ikan, atau lauk lain. Sagu sendiri adalah sumber karbohidrat kompleks yang lambat diserap tubuh, sehingga menjaga energi tetap stabil.
Nilai tambahnya: kapurung disajikan dengan banyak sayuran beraneka warna. Ini berarti kaya serat, vitamin, dan mineral yang sangat baik untuk pencernaan dan daya tahan tubuh.
Ikan kuah asam adalah hidangan berbahan dasar ikan segar dengan kuah bercita rasa asam segar. Kuah ini biasanya dibuat dari tomat, belimbing wuluh, atau jeruk nipis, serta rempah-rempah lokal.
Ikan segar memberikan protein berkualitas tinggi, omega-3 untuk otak anak, serta vitamin D dan B12. Kuah asamnya menambah nafsu makan sekaligus memberikan asupan antioksidan dari bahan alami.
Dibandingkan burger, jelas makanan ini lebih sesuai dengan prinsip MBG sejati: alami, segar, seimbang, dan penuh keberagaman gizi.
Dr. Tan menekankan bahwa makanan lokal seperti kapurung dan ikan kuah asam memiliki beberapa keunggulan:
Segar dan Minim Olahan: Bahan makanan langsung dari alam, tidak melewati proses industri panjang.
Kaya Keanekaragaman Gizi: Ada karbohidrat, protein, vitamin, mineral, serat, hingga antioksidan.
Ramah Lingkungan dan Ekonomi: Mendukung petani dan nelayan lokal, serta mengurangi jejak karbon dibanding makanan impor atau olahan.
Identitas Budaya: Membiasakan anak dengan makanan tradisional berarti juga menjaga warisan kuliner bangsa.
Ini sejalan dengan prinsip “back to nature”: kembali ke makanan alami yang mendekatkan kita pada kesehatan.
Masalahnya, banyak orang tua menghadapi kenyataan bahwa anak-anak lebih suka makanan cepat saji daripada makanan lokal. Mengapa bisa begitu?
Iklan yang Masif: Fast food selalu tampil keren, praktis, dan modern.
Rasa Gurih Instan: MSG, gula, dan lemak jenuh membuat lidah ketagihan.
Kurangnya Eksposur Makanan Lokal: Banyak anak bahkan tidak pernah mencicipi kapurung atau ikan kuah asam.
Di sinilah pentingnya peran orang tua. Jika ingin anak terbiasa makan sehat, maka harus ada proses pembiasaan sejak dini.
Bagaimana cara mengenalkan kapurung dan ikan kuah asam agar disukai anak? Beberapa tips berikut bisa dicoba:
Libatkan Anak dalam Proses Memasak
Anak cenderung lebih semangat makan makanan yang ia bantu masak. Ajak mereka membuat kapurung atau menyiangi ikan.
Variasi Penyajian
Jangan hanya satu resep. Kapurung bisa divariasikan dengan lauk ayam, udang, atau sayuran favorit anak.
Cerita dan Edukasi
Ceritakan bahwa makanan ini adalah warisan nenek moyang yang sehat. Jadikan pengalaman makan sebagai perjalanan budaya.
Kombinasi dengan Modern Touch
Ikan kuah asam bisa disajikan bersama nasi hangat atau mie jagung agar lebih menarik.
Dengan pendekatan kreatif, anak-anak bisa mulai mencintai makanan lokal, bukan hanya fast food.
Untuk lebih jelas, mari kita bandingkan secara sederhana:
| Aspek | Burger Fast Food | Kapurung + Ikan Kuah Asam |
|---|---|---|
| Sumber Karbohidrat | Roti putih (tinggi gula, rendah serat) | Sagu (karbohidrat kompleks, kaya serat) |
| Protein | Daging olahan, tinggi lemak jenuh | Ikan segar, kaya omega-3 |
| Vitamin & Mineral | Sedikit dari sayuran tipis | Banyak dari sayuran segar & rempah |
| Lemak | Tinggi lemak trans & jenuh | Lemak sehat dari ikan |
| Risiko | Obesitas, diabetes, jantung | Menyehatkan jantung, otak, dan pencernaan |
Jelas sekali, makanan lokal unggul dari berbagai sisi.
Pernyataan Dr. Tan Shot Yen seolah menjadi alarm keras bagi orang tua di Indonesia. Jangan lagi terjebak pada mitos bahwa burger adalah makanan bergizi seimbang. Justru, makanan tradisional seperti kapurung dan ikan kuah asam jauh lebih mendekati konsep MBG sejati.
Kini saatnya kita kembali bangga dengan makanan lokal. Bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga soal identitas budaya dan kedaulatan pangan bangsa.
Jadi, lain kali anak minta makan enak, mungkin jawabannya bukan burger, tapi seporsi kapurung hangat dengan ikan kuah asam segar. Sehat, lezat, dan penuh makna.
Tdak seimua orang dapat menikmati udara, cuaca, atau suhu dingin. Selain menggigil karena kedinginan, beberapa…
Tiket dinamis Piala Dunia 2026 mirip dengan mekanisme tiket pesawat atau hotel Tahap distribusi tiket…
Buah belimbing, atau dikenal juga dengan nama star fruit karena bentuknya menyerupai bintang ketika dipotong…
Polri Tetapkan 1 Tersangka Baru : Kasus Tambang Ilegal Batu Bara Rp 5,7 T di…
Kami berkomitmen menghadirkan hunian dan proyek properti di lokasi strategis dengan standar kualitas tinggi, dirancang…