TrendingHukum & KriminalkehidupanNasional

Aksi Intoleransi di Sukabumi Menuai Kecaman

Aksi Intoleransi di Sukabumi Menuai Kecaman

Kabar mengenai aksi intoleransi di Sukabumi mengguncang jagat media sosial dalam sekejap. Pada Jumat lalu, sekelompok warga menyerbu sebuah vila yang berfungsi sebagai tempat retret umat Kristen di Kecamatan Cidahu, Sukabumi. Tanpa ampun, massa merusak fasilitas bangunan, menjatuhkan salib kayu, hingga membuang sejumlah kitab suci. Pemandangan tersebut memancing kemarahan publik. Banyak warganet langsung membagikan video amatir insiden ini ke berbagai platform.
Seiring waktu, kecaman terus mengalir deras. Tokoh masyarakat, politisi, aktivis hak asasi manusia, bahkan publik figur ramai-ramai angkat suara. Mereka tidak tinggal diam ketika nilai toleransi diinjak oleh oknum yang mengatasnamakan mayoritas. Beberapa orang mengunggah petisi online agar aparat penegak hukum menindak para pelaku seadil-adilnya.
Selain itu, sejumlah organisasi lintas agama juga turun tangan. Mereka menggelar doa bersama sambil menyerukan perdamaian di Sukabumi. Dalam setiap orasi, mereka menekankan pentingnya hidup rukun di tengah perbedaan keyakinan. Alih-alih memecah belah, perbedaan seharusnya menguatkan solidaritas antarwarga.
Tidak berhenti di situ, media arus utama pun terus memantau perkembangan kasus ini. Wartawan mengunjungi lokasi kejadian untuk mendengar kesaksian korban. Beberapa peserta retret mengaku trauma berat. Mereka tidak menyangka acara ibadah yang seharusnya berlangsung damai justru berubah mencekam. Banyak dari mereka kehilangan barang pribadi. Beberapa harus menjalani perawatan karena luka ringan akibat terkena serpihan kaca.
Sementara itu, pihak kepolisian langsung bergerak cepat. Mereka memanggil sejumlah saksi. Kapolres Sukabumi berjanji akan mengusut tuntas insiden tersebut. Petugas kini memburu dalang aksi perusakan vila tersebut. Walau demikian, publik mendesak proses hukum berjalan transparan. Masyarakat tidak ingin kasus ini berakhir dengan damai sepihak atau sekadar permintaan maaf tanpa sanksi tegas.
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Sukabumi juga mengimbau warga tetap tenang. Mereka meminta seluruh elemen masyarakat tidak terpancing provokasi. Bupati Sukabumi mengungkapkan komitmen untuk menjaga kerukunan antarumat beragama. Ia menekankan bahwa aksi main hakim sendiri sama sekali tidak mencerminkan budaya Sunda yang terkenal santun.
Reaksi keras juga datang dari Komnas HAM. Lembaga tersebut menilai perusakan tempat ibadah termasuk pelanggaran kebebasan beragama yang dijamin konstitusi. Komisioner Komnas HAM mendesak penegakan hukum agar memberikan efek jera. Menurutnya, pembiaran hanya akan memicu kasus serupa di kemudian hari.
Di Jakarta, sejumlah tokoh lintas agama menggelar konferensi pers. Mereka menegaskan intoleransi tidak punya tempat di Indonesia. Dengan suara lantang, mereka menolak retorika kebencian. Mereka pun mengajak publik bersuara agar tidak menormalisasi kekerasan berbasis agama.
Media sosial semakin ramai. Banyak influencer turut mengunggah pesan dukungan kepada korban. Mereka menggalang donasi untuk membantu memperbaiki vila rusak dan memulihkan trauma peserta retret. Beberapa akun media besar bahkan menyiarkan wawancara eksklusif dengan keluarga korban.
Pada akhirnya, peristiwa di Sukabumi membuka mata banyak pihak. Masyarakat kini sadar bahwa toleransi harus dijaga bersama. Kesadaran ini tidak boleh hanya berhenti sebagai tren viral. Pemerintah, aparat penegak hukum, tokoh agama, dan warga biasa harus saling bahu-membahu. Tanpa dukungan kolektif, toleransi hanya akan menjadi kata tanpa makna.
Insiden ini memang menyakitkan, tetapi publik berharap kasus Sukabumi menjadi titik balik. Indonesia berdiri di atas keberagaman. Jika semua pihak terus merawatnya, tidak ada ruang bagi benih intoleransi berkembang biak. Mari jaga damai bersama, agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *