Air mata sering kali di anggap sebagai simbol kesedihan, kelegaan, bahkan kebahagiaan. Namun dalam berbagai budaya, ada pula kepercayaan bahwa air mata dapat membawa kesialan. Sebuah kepercayaan yang terdengar dramatis ini ternyata memiliki akar yang panjang dalam sejarah manusia. Apakah benar air mata bisa membawa nasib buruk, atau ini hanya sekadar mitos yang di wariskan turun-temurun?
Dalam banyak tradisi kuno, menangis di saat-saat tertentu di anggap sebagai pertanda buruk. Misalnya, dalam beberapa adat di Timur Tengah dan Asia, menangis berlebihan di pemakaman di percaya dapat mengundang roh jahat atau memperpanjang duka keluarga. Di sebagian wilayah Tiongkok, ada keyakinan bahwa menangis pada hari pernikahan bisa membawa sial dalam kehidupan rumah tangga.
Mengapa demikian? Salah satu alasannya adalah karena air mata kerap di hubungkan dengan emosi negatif seperti duka, kehilangan, atau penyesalan. Manusia zaman dulu, yang hidup dalam ketidakpastian besar — mulai dari perang, penyakit, hingga bencana alam — sering kali mengaitkan emosi kuat dengan perubahan nasib. Menangis dipandang sebagai sebuah “pemanggilan” terhadap kekuatan-kekuatan gaib yang bisa mengganggu keseimbangan hidup.
Berbeda dengan kepercayaan tradisional, psikologi modern memandang air mata sebagai respons alami manusia terhadap tekanan emosional. Menangis sebenarnya adalah mekanisme tubuh untuk melepaskan ketegangan batin.
Menurut sebuah studi di Frontiers in Psychology, menangis dapat menurunkan kadar hormon stres seperti kortisol dan membantu tubuh kembali ke kondisi normal. Dengan kata lain, alih-alih membawa kesialan, air mata justru berperan dalam menjaga kesehatan mental dan fisik manusia.
Selain itu, menangis juga memiliki fungsi sosial. Air mata bisa menjadi sinyal yang mempererat hubungan interpersonal, mengundang empati, dan meningkatkan rasa saling peduli. Jadi dalam konteks ini, air mata justru memperkuat jejaring sosial seseorang, bukan malah mendatangkan sial.
Meskipun demikian, ada situasi-situasi spesifik di mana air mata tetap dipandang sebagai pertanda buruk. Misalnya:
Namun, dalam semua contoh ini, perlu di garisbawahi bahwa persepsi tentang kesialan berasal dari konstruksi budaya, bukan dari fakta objektif.
Jika di lihat dari sisi lain, air mata juga bisa di lihat sebagai simbol transformasi. Banyak tradisi spiritual yang memandang air mata sebagai proses “pembersihan jiwa”. Dalam konteks ini, menangis bukanlah mendatangkan sial, melainkan membuka jalan menuju perubahan positif.
Misalnya, dalam praktik retret meditasi atau pencarian jati diri, orang yang menangis saat merenung justru di anggap sedang mengalami “pelepasan” energi negatif yang terpendam. Dalam momen-momen krisis pribadi, air mata sering kali menandai titik balik seseorang menuju kehidupan yang lebih baik.
Artinya, apa yang dianggap sial oleh sebagian orang, justru oleh yang lain di pahami sebagai tanda bahwa sesuatu sedang diperbaiki di dalam diri seseorang.
Di era modern ini, banyak orang mengenal konsep Law of Attraction — gagasan bahwa apa yang kita pikirkan dan rasakan dapat menarik pengalaman serupa ke dalam hidup kita. Dalam konteks ini, jika seseorang menangis sambil terus memikirkan hal-hal negatif, ia memang berpotensi “mengundang” lebih banyak pengalaman negatif.
Namun, ini bukan karena air matanya itu sendiri membawa sial, melainkan karena energi emosional yang mendasari tangisan tersebut. Sebaliknya, menangis dengan tujuan pelepasan dan penyembuhan, di sertai niat untuk berubah menjadi lebih baik, justru dapat mempercepat proses transformasi dan pertumbuhan pribadi.
Daripada takut menangis karena takut membawa kesialan, jauh lebih sehat untuk belajar menangis dengan kesadaran. Berikut beberapa tips sederhana:
Mitos tentang air mata yang membawa kesialan sebenarnya berakar pada ketakutan kolektif terhadap emosi yang kuat dan tidak terkendali. Dalam kenyataannya, air mata adalah bagian alami dari kehidupan manusia, simbol dari betapa dalamnya kita mampu merasakan dan berproses.
Alih-alih menghindari air mata karena takut sial, kita bisa memilih untuk memeluknya sebagai bagian dari perjalanan hidup — bagian dari pembersihan, pertumbuhan, dan transformasi. Setiap tetes air mata membawa kita lebih dekat pada diri kita sendiri.
Buah Semangka bukan hanya buah penyegar di cuaca panas, tapi juga superfood yang menyimpan 7…
Kondisi jalan rusak di Gorontalo memaksa warga mengangkut jenazah dengan motor menuju rumah duka. Potret…
DPRD desak Pemko Medan bangun pompa air di titik rawan banjir, langkah penting untuk tanggulangi…
Fobia adalah ketakutan berlebihan terhadap objek atau situasi tertentu yang bisa memengaruhi kehidupan sehari-hari. Artikel…
"Temukan 10 buah-buahan penyerap racun yang membantu detoks alami tubuh. Dari lemon, apel, hingga buah…