Jagat dunia maya mendadak heboh setelah selebgram Lisa Mariana meluapkan emosinya usai mendengar hasil tes DNA yang diumumkan Bareskrim Polri. Tes DNA yang melibatkan dirinya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, serta seorang anak berinisial CA, menghasilkan keputusan mengejutkan: tidak ada kecocokan DNA alias non-identik.
Mendengar hasil tersebut, Lisa tidak bisa menahan tangis dan kemarahannya. Dalam siaran langsung di akun TikTok pribadinya pada Rabu (20/8/2025), Lisa mengungkapkan kekecewaan sekaligus kemarahannya dengan kalimat yang cukup keras.
“Kalau positif (hasilnya) itu jujur, kalau negatif berarti ini anak tuyul dong. RK tuyul dong,” ujar Lisa dengan nada tinggi. Ia bahkan menambahkan, “Seumur hidup lu ga bakal tenang. Tanggung jawab di akhirat nanti.”
Ungkapan emosional Lisa Mariana ini langsung memicu perbincangan luas di media sosial. Banyak warganet yang penasaran, apakah memang mungkin hasil tes DNA bisa direkayasa atau dimanipulasi hingga keluar hasil tertentu?
Untuk menjawab polemik ini, dr. Ade Firmansyah Sugiharto, SpFM, Subsp FK(K), seorang spesialis forensik dan medikolegal, memberikan penjelasan yang menenangkan sekaligus meluruskan.
Menurutnya, secara teori semua hal di dunia bisa saja dimanipulasi, termasuk tes DNA. Namun, hal tersebut sangat kecil kemungkinannya terjadi apabila pemeriksaan dilakukan di laboratorium yang sudah terstandarisasi secara internasional.
“Semua hal di dunia bisa saja dimanipulasi. Tapi pada laboratorium pemeriksa yang sudah terstandar ISO 17025 maka memiliki standar penanganan sampel yang tidak mungkin berbeda dan terjamin mengeluarkan hasil pemeriksaan yang tepat,” jelas dr Ade saat dihubungi media.
ISO 17025 sendiri merupakan standar internasional yang digunakan oleh laboratorium pengujian dan kalibrasi. Artinya, laboratorium yang sudah memiliki sertifikasi ini wajib menerapkan prosedur ketat dalam setiap tahap pemeriksaan, mulai dari pengambilan sampel, penyimpanan, transportasi, hingga metode analisis.
Lebih lanjut, dr Ade menjelaskan bahwa tes DNA yang dilakukan di laboratorium forensik modern umumnya memeriksa 23 hingga 26 lokus DNA. Semakin banyak lokus yang diperiksa, semakin tinggi pula akurasi hasilnya.
“Bila semua tahapannya dilakukan dengan baik, maka hasil pemeriksaan DNA memiliki akurasi yang tinggi. Bisa dengan tepat menentukan hubungan paternitas,” ujar dr Ade.
Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya kesalahan sangatlah kecil. Hanya apabila ada kelalaian dalam pengambilan sampel, penyimpanan, atau proses transportasi, barulah risiko kesalahan bisa muncul. Namun, dalam kasus yang ditangani pihak kepolisian dengan prosedur resmi, semua tahapan sudah terstandar sehingga keabsahan hasil tes DNA hampir tidak bisa diganggu gugat.
Meskipun tingkat akurasinya tinggi, dr Ade menegaskan ada beberapa faktor teknis yang bisa memengaruhi hasil akhir pemeriksaan DNA, di antaranya:
Pengambilan sampel: Bila sampel diambil secara tidak tepat, misalnya terkontaminasi dengan cairan atau DNA orang lain, maka hasil bisa terganggu.
Preservasi sampel: Sampel yang tidak diawetkan dengan benar berpotensi rusak atau terdegradasi.
Transportasi sampel: Kesalahan dalam penyimpanan saat pengiriman, misalnya suhu tidak stabil, juga bisa memengaruhi kualitas sampel.
Metode pemeriksaan laboratorium: Laboratorium yang menggunakan metode modern dan berstandar internasional memiliki tingkat keakuratan jauh lebih tinggi dibanding laboratorium abal-abal.
Namun, bila semua faktor ini dijalankan sesuai prosedur, maka hasil tes DNA bisa dipastikan valid.
Salah satu poin penting yang juga dijelaskan dr Ade adalah bahwa tes DNA yang dilakukan untuk kepentingan hukum, seperti pada kasus Lisa Mariana dan Ridwan Kamil, tidak dikenakan biaya. Hal ini karena tes dilakukan atas permintaan resmi pihak kepolisian, sehingga seluruh biaya ditanggung negara.
“Tes DNA yang dilakukan untuk kepentingan hukum seperti pada kasus Ridwan Kamil dan Lisa Mariana tidak diperlukan biaya karena adanya permintaan dari kepolisian,” tegas dr Ade.
Kemarahan Lisa Mariana tentu saja memicu banyak reaksi. Ada yang bersimpati padanya karena merasa mungkin ia sedang dalam kondisi emosional yang tidak stabil. Namun, tidak sedikit pula yang justru menganggap pernyataannya berlebihan dan menuduhnya mencari sensasi.
Drama ini pun menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat: apakah seorang publik figur berhak melawan hasil tes medis yang sudah terbukti sahih? Atau justru seharusnya menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berlaku?
Tak bisa dipungkiri, kasus ini menjadi perhatian besar bukan hanya karena menyangkut sosok populer, tetapi juga karena melibatkan nama besar di dunia politik.
Dari penjelasan ahli forensik, dapat disimpulkan bahwa hasil tes DNA yang dilakukan di laboratorium terstandar memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi, bahkan hampir mustahil untuk dimanipulasi.
Meskipun ada faktor-faktor teknis yang bisa memengaruhi akurasi, namun bila prosedur dilaksanakan sesuai standar internasional, maka keabsahan hasil bisa dijamin.
Kasus Lisa Mariana ini seharusnya menjadi pembelajaran bahwa tes DNA bukanlah sekadar formalitas, melainkan pemeriksaan ilmiah yang memiliki peran penting dalam hukum, medis, maupun kehidupan sosial.
Pada akhirnya, yang paling penting bukan hanya menerima hasil, melainkan bagaimana semua pihak bisa menyikapi dengan bijak dan tetap menghormati proses hukum yang berlaku.
Pendahuluan Fenomena perjudian online (judol) kian marak di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jakarta Barat (Jakbar).…
"Negara ASEAN tidak hanya kaya budaya dan sejarah, tetapi juga menghadirkan fenomena menarik seperti pertumbuhan…
“Duduk seharian bukan alasan untuk pasif. Dengan gerakan kecil, tubuh tetap bugar dan pikiran segar…
Awal Mula Aksi Tak Biasa di Deli Serdang Kejadian unik terjadi di Kabupaten Deli Serdang,…