Lima tahun setelah dunia pertama kali diguncang oleh pandemi global COVID-19, harapan akan kehidupan normal mulai terlihat. Vaksinasi massal, penguatan sistem kesehatan, dan penurunan drastis kasus positif sempat memberi harapan besar. Namun, memasuki kuartal terakhir 2025, dunia kembali dibuat waspada oleh kemunculan varian baru COVID-19 yang menyebabkan peningkatan signifikan dalam kasus global.
Laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan adanya lonjakan tingkat positif hingga lebih dari 11% di beberapa wilayah dunia, termasuk Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan sebagian Eropa Timur. Varian baru dengan kode NB.1.8.1 kini dikategorikan sebagai Variant Under Monitoring (VUM), dan telah ditemukan di lebih dari 38 negara dalam waktu singkat.
Dalam waktu kurang dari dua bulan sejak pertama kali dilaporkan di Filipina, varian NB.1.8.1 telah menyebar ke negara-negara tetangga seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, hingga Australia dan Selandia Baru. Para ahli memperkirakan bahwa varian ini memiliki tingkat transmisi 20–35% lebih tinggi dibandingkan sub-varian sebelumnya.
Dr. Mei Lin, ahli virologi dari National Centre for Infectious Diseases (NCID) Singapura, menyebut bahwa varian ini “mengandung mutasi pada spike protein yang membuatnya lebih mudah menempel pada reseptor sel manusia.”
Berbeda dengan varian Delta atau Omicron yang menyebabkan gejala parah dalam waktu singkat, varian NB.1.8.1 justru menunjukkan gejala yang lebih ringan namun bertahan lebih lama. Pasien mengalami batuk berkepanjangan, kelelahan ekstrem, dan demam ringan yang berlangsung hingga 10–14 hari.
Beberapa pasien juga melaporkan kehilangan penciuman dan perasa yang bertahan lebih dari sebulan, mengingatkan pada varian awal di tahun 2020.
Laporan dari WHO dan CDC menyebutkan bahwa vaksin mRNA generasi kedua seperti Pfizer-BioNTech dan Moderna masih memberikan perlindungan terhadap gejala parah dan kematian, tetapi efektivitasnya terhadap infeksi varian baru ini menurun dari 95% menjadi sekitar 68%.
Oleh karena itu, sejumlah negara mulai meluncurkan vaksin booster generasi ketiga, yang telah disesuaikan untuk varian-varian baru termasuk NB.1.8.1. Di Indonesia, uji klinis booster lokal berbasis mRNA juga sedang berlangsung dan dijadwalkan rampung akhir 2025.
Lonjakan kasus akibat COVID varian baru ini tidak hanya terjadi di kota besar seperti Tokyo, Jakarta, dan Manila, tapi juga menjalar hingga ke daerah pedesaan. Tingkat mobilitas antarwilayah yang meningkat pasca pencabutan pembatasan telah mempercepat penyebaran.
Di Brasil, sistem kesehatan di wilayah Amazon kembali kewalahan. Di Eropa, Jerman dan Hungaria telah melaporkan tingkat okupansi rumah sakit lebih dari 80% dalam tiga pekan terakhir. WHO menyebut situasi ini sebagai “alarm dini dari kemungkinan gelombang baru.”
Seiring dengan lonjakan kasus, sejumlah negara kembali memperketat protokol kesehatan. Jepang dan Korea Selatan mengeluarkan kebijakan wajib masker di transportasi publik dan tempat ramai. Sementara itu, Filipina dan Malaysia mengaktifkan kembali status kondisi darurat kesehatan masyarakat.
Indonesia melalui Kementerian Kesehatan juga telah mengeluarkan Surat Edaran No. 452/2025 yang menganjurkan masyarakat kembali memakai masker di ruang tertutup dan saat gejala ringan muncul.
Salah satu kekhawatiran terbesar dari varian NB.1.8.1 adalah keberadaan mutasi “silent” atau senyap yang membuatnya sulit dideteksi oleh tes antigen biasa. Dalam beberapa kasus, hasil antigen menunjukkan negatif padahal pasien telah mengalami gejala jelas.
Pakar bioinformatika, Prof. Yulia Santosa dari ITB, menyatakan bahwa PCR berbasis sekuens genetik menjadi lebih penting untuk mendeteksi varian ini dengan akurat.
WHO memperingatkan bahwa jika tren ini terus berlanjut, dunia bisa memasuki gelombang keenam pandemi COVID-19. Meskipun sebagian besar populasi dunia telah memiliki kekebalan melalui vaksinasi atau infeksi sebelumnya, varian baru ini bisa menimbulkan tekanan besar pada sistem kesehatan dan ekonomi jika tidak ditangani cepat.
Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom, dalam pernyataan terbarunya menyatakan:
“Kita tidak boleh lengah. COVID belum berakhir. Varian baru bisa menjadi ujian terbesar kita di fase endemik ini.”
Wilayah | Kenaikan Kasus (%) | Varian Dominan | Status |
---|---|---|---|
Asia Tenggara | +42% | NB.1.8.1 | Waspada Tinggi |
Amerika Selatan | +37% | NB.1.8.1 | Waspada |
Eropa Timur | +25% | Rekombinan BQ.5.1 | Siaga |
Afrika Barat | +12% | BA.2.86 | Stabil |
Amerika Utara | +8% | BA.2.86 + NB.1.8.1 | Terkendali |
Selalu gunakan masker saat di ruang publik tertutup.
Perbarui vaksinasi dengan booster terbaru jika tersedia.
Hindari kerumunan di area tertutup dengan sirkulasi udara buruk.
Gunakan tes PCR jika mengalami gejala meski hasil antigen negatif.
Lakukan isolasi mandiri minimal 5 hari jika dinyatakan positif.
Cek info resmi dari pemerintah atau WHO, hindari berita hoaks.
Kemunculan COVID varian baru seperti NB.1.8.1 menandai bahwa pandemi belum sepenuhnya berakhir. Kita berada dalam fase baru di mana virus masih bermutasi, dan respons cepat menjadi kunci utama untuk mencegah krisis lanjutan.
Meski dunia telah jauh lebih siap dibanding 2020, kerja sama global, kedisiplinan masyarakat, dan kecepatan dalam adaptasi vaksin adalah hal-hal yang akan menentukan arah pandemi ke depan.
Suasana Pagi yang Penuh Khidmat Tanggal 1 Oktober selalu menjadi momen sakral bagi bangsa Indonesia.…
Pendahuluan Banyak pasangan suami istri yang mendambakan hadirnya buah hati segera setelah menikah. Namun, perjalanan…
dalam memilih makanan dan menjalani gaya hidup sehat. Dengan rutin mengonsumsi lima jenis makanan sehat…
Pernikahan Selena Gomez & Benny Blanco setelah 2 tahun pacaran. Dari gaun Ralph Lauren yang…
Memancing bukan sekadar menunggu ikan menyambar kail, tapi tentang melatih hati untuk bersabar, berpikir jernih,…