Dampak kebisingan juga dapat memicu gangguan tidur. Paparan suara keras, terutama pada malam hari, dapat membuat seseorang sering terbangun, sulit tidur nyenyak, hingga mengalami insomnia.
Kurang tidur tidak hanya membuat tubuh lelah, tetapi juga dapat memicu gangguan suasana hati dan penurunan konsentrasi yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari.
Jika terjadi dalam jangka panjang, gangguan tidur kronis dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan lainnya seperti hipertensi, diabetes, obesitas, depresi, hingga serangan jantung,
3. Masalah psikologis
Masalah psikologis seperti stres, depresi, atau gangguan kecemasan juga bisa menjadi dampak yang muncul dari kebisingan, terutama jika terjadi secara berulang dalam jangka panjang.
Mengutip studi dalam Journal of Exposure Science and Environmental Epidemiology, ketika tubuh merasa terganggu atau stres karena kebisingan, otak akan mengaktifkan sistem stres yang disebut poros HPA (hipotalamus pituitari adrenal).
Sistem ini akan melepaskan hormon-hormon stres dan memicu peradangan di seluruh tubuh, termasuk menyebar ke otak dan memicu peradangan pada saraf.
Hal ini bisa berkontribusi pada gangguan mental seperti depresi hingga gangguan kecemasan dalam jangka panjang.
4. Peningkatan risiko penyakit jantung
Kebisingan atau pencemaran suara tidak hanya memicu masalah psikologis, tetapi juga dapat menyebabkan penyakit jantung.
Sebuah studi dalam European Heart Journal menunjukkan bahwa peserta yang terpapar suara bising dengan intensitas lebih tinggi memiliki resiko lebih besar mengalami penyakit jantung.
Efek suara bising terhadap penyakit jantung diduga berkaitan dengan reaksi stres di otak, khususnya pada amigdala, yakni bagian otak yang berperan dalam mengelola emosi dan rasa takut.
Aktivitas amigdala yang meningkat akibat stres bisa memicu peradangan pada pembuluh darah yang berkontribusi terhadap berkembangnya penyakit jantung.
5. Mengganggu perkembangan kognitif anak
Paparan suara keras yang berlebihan pada anak-anak bisa berdampak negatif terhadap perkembangan otak, terutama kemampuan berbahasa dan belajar.
Sebuah studi dalam jurnal Brain and Language mengungkapkan bahwa anak-anak yang sering terpapar suara keras memiliki left inferior frontal gyrus (IFG) yang lebih tipis.
Left inferior frontal gyrus merupakan bagian penting dari otak yang terlibat dalam berbagai fungsi bahasa, seperti memahami kalimat, merangkai kata, dan mengontrol ucapan.
Gangguan pada bagian otak ini bisa menyebabkan masalah pembelajaran anak, terutama mata pelajaran yang memerlukan pemahaman bahasa yang kuat.
Cara mengatasi dampak kebisingan
Pencemaran suara memang bisa berdampak buruk pada kesehatan fisik maupun mental saat terjadi secara terus-menerus.
Untuk mengurangi risiko paparan suara keras, berikut ini beberapa cara yang bisa Anda coba.
- Gunakan alat pelindung telinga. Saat berada di lingkungan yang bising, seperti acara musik dengan sound system tinggi atau area konstruksi, selalu gunakan alat pelindung telinga seperti ear plug (penyumbat telinga) atau earmuff (penutup telinga) untuk mengurangi intensitas suara.
- Jangan dengarkan suara keras terlalu lama. Jika memungkinkan, hindari berada terlalu lama di tempat yang bising. Pergilah ke tempat yang tenang untuk menenangkan telinga agar tidak terlalu lama terpapar suara keras.
- Kecilkan volume headset. Hindari terlalu lama mendengarkan musik menggunakan headset, terlebih dengan volume tinggi. Sebaiknya, dengarkanlah musik dengan volume yang rendah dan tidak lebih dari satu jam.
- Mengurangi sumber kebisingan di rumah. Gunakan peralatan rumah tangga yang tidak terlalu berisik atau nyalakan saja pada jam-jam tertentu agar Anda tidak terus mendengar suara keras.
Jika Anda sering mengalami gangguan tidur, stres atau masalah pendengaran akibat kebisingan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter umum atau dokter spesialis THT untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Penanganan sejak dini penting dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih serius pada telinga atau organ tubuh lain.