Maroko – September 2025
Gelombang kemarahan yang dipimpin oleh remaja dan pemuda Maroko mengguncang negeri Afrika Utara itu dalam minggu terakhir bulan September. Ribuan orang turun ke jalan di berbagai kota besar dan kecil, membawa satu tuntutan utama: pemerintah harus memperbaiki pelayanan publik yang telah lama rusak, penuh ketimpangan, dan mengorbankan rakyat kecil.
Maroko, negara dengan ekonomi menengah dan ambisi regional yang tinggi, kini harus menghadapi kenyataan pahit: pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan populasi dan tuntutan zaman.
Di kota-kota besar seperti Casablanca dan Rabat, keluhan soal rumah sakit penuh, guru kurang, dan fasilitas sekolah rusak sudah menjadi cerita lama. Di daerah pedesaan, situasinya lebih buruk lagi: pasien berjalan puluhan kilometer tanpa ambulans, siswa belajar di ruangan tanpa atap, dan air bersih menjadi kemewahan.
Situasi ini diperparah oleh kematian dua wanita muda di Hassan II Regional Hospital di Agadir, yang memicu gelombang protes karena dianggap sebagai bukti nyata bahwa sistem kesehatan telah gagal. Tragedi ini menjadi simbol penderitaan masyarakat kecil yang tak memiliki akses pada pelayanan yang seharusnya menjadi hak dasar mereka sebagai warga negara.
Yang menarik, protes ini tidak dimotori oleh partai politik atau serikat buruh seperti lazimnya gerakan sosial di masa lalu. Sebaliknya, generasi muda—dikenal sebagai Gen Z Maroko—mengorganisir diri melalui media sosial. Grup seperti “GenZ 212” dan “Morocco Youth Voice” menggunakan platform seperti TikTok, Instagram, dan Discord untuk menyebarkan pesan, merencanakan aksi, dan membagikan dokumentasi protes.
Aksi pertama dimulai pada 27 September 2025 di Rabat dan Casablanca, lalu menyebar ke lebih dari 11 kota dalam dua hari berikutnya. Massa berkumpul di depan kantor pemerintah, rumah sakit umum, dan lapangan pusat kota, membawa poster bertuliskan:
“Kami Butuh Rumah Sakit, Bukan Stadion!”
“Kesehatan Bukan Kemewahan, Tapi Hak Kami!”
“Sekolah Bocor, Janji Pemerintah Lebih Bocor!”
Rabat – Titik awal dan pusat simbolis pemerintahan.
Casablanca – Kota terbesar, dengan protes pelajar SMA dan mahasiswa.
Agadir – Lokasi rumah sakit yang memicu tragedi.
Marrakech – Fokus pada isu ketimpangan anggaran pariwisata vs pendidikan.
Tangier – Melibatkan demonstrasi guru dan tenaga medis muda.
Fès, Tétouan, Oujda – Aksi-aksi damai di universitas dan sekolah.
1. Reformasi Pelayanan Kesehatan:
Distribusi tenaga medis ke daerah terpencil.
Perbaikan infrastruktur rumah sakit umum.
Transparansi anggaran dan audit layanan kesehatan.
2. Perbaikan Sistem Pendidikan:
Penambahan jumlah guru dan fasilitas sekolah.
Penghapusan diskriminasi antara sekolah kota dan desa.
Internet dan perpustakaan untuk semua wilayah.
3. Akuntabilitas Pemerintah:
Hentikan proyek mercusuar seperti pembangunan stadion baru.
Fokuskan anggaran pada kesejahteraan warga, bukan citra global.
Libatkan pemuda dalam pengambilan keputusan publik.
Angka drop-out (putus sekolah) di Maroko meningkat 12% dalam 5 tahun terakhir.
Rasio dokter-pasien: 1 dokter untuk setiap 1.700 penduduk (WHO rekomendasi: 1:1.000).
Anggaran pendidikan stagnan di bawah 4% dari PDB selama tiga tahun berturut-turut.
Pengeluaran untuk infrastruktur olahraga nasional meningkat 29% dalam anggaran 2025.
Pemerintah awalnya menyikapi dengan hati-hati. Pernyataan resmi dari Kementerian Dalam Negeri menyebutkan bahwa protes dianggap sah selama dilakukan secara damai, namun di beberapa kota pasukan keamanan tetap diturunkan.
Di Casablanca dan Rabat, demonstrasi sempat dibubarkan paksa. Beberapa aktivis ditangkap dan dibebaskan setelah tekanan media. Pemerintah kemudian mengumumkan rencana:
Akan menambah anggaran kesehatan sebesar 200 juta dirham.
Mengirim tim audit untuk meninjau rumah sakit regional.
Meluncurkan program rekrutmen 5.000 guru baru tahun depan.
Namun, pengunjuk rasa menyebut langkah ini sebagai “taktik meredam, bukan solusi sistemik.”
Siham, 19 tahun, mahasiswi di Rabat:
“Saya harus naik bus tiga jam untuk menemani ibu saya yang sakit ke rumah sakit yang layak. Di kota saya, tidak ada dokter spesialis. Apakah ini adil?”
Yassine, 17 tahun, pelajar di Fès:
“Sekolah kami bocor saat hujan. Guru kami mengajar tiga kelas sekaligus. Tapi pemerintah bangun stadion baru senilai miliaran dirham. Untuk siapa semua itu?”
Dr. Mounia, 32 tahun, dokter umum di Oujda:
“Kami kekurangan APD, tidak punya alat USG, dan harus memilih pasien berdasarkan siapa yang lebih parah. Ini beban mental dan moral.”
Media internasional mulai meliput peristiwa ini. The Guardian, Al Jazeera, dan France 24 menyoroti bagaimana pemuda Maroko menjadi aktor sosial penting di kawasan MENA (Timur Tengah dan Afrika Utara).
Lembaga HAM seperti Amnesty International dan Human Rights Watch menyerukan kepada pemerintah Maroko agar menghormati hak warga untuk menyampaikan pendapat tanpa ancaman atau kekerasan.
Uni Eropa yang memiliki kerja sama bilateral dengan Maroko juga mengeluarkan pernyataan yang menekankan pentingnya transparansi dan pemerataan akses layanan publik sebagai bagian dari pembangunan yang inklusif.
Para pengamat politik menilai bahwa protes ini bisa menjadi titik balik dalam arah pembangunan Maroko. Generasi muda kini menuntut:
Keadilan sosial, bukan hanya pertumbuhan ekonomi.
Investasi manusia, bukan hanya infrastruktur megah.
Ruang partisipasi, bukan hanya pemilu tiap 5 tahun.
Jika pemerintah gagal menangkap pesan ini, maka kehilangan kepercayaan dari generasi masa depan tak terhindarkan.
Apa yang terjadi di Maroko bukan sekadar unjuk rasa biasa. Ini adalah jeritan hati sebuah generasi yang merasa diabaikan, dan kini menuntut masa depan yang lebih adil.
Protes ini menandai bahwa legitimasi pemerintah tidak hanya ditentukan oleh pembangunan jalan atau stadion, tetapi oleh kemampuan negara menjamin layanan dasar yang manusiawi untuk seluruh rakyatnya—baik di kota maupun desa, miskin maupun kaya.
Dan yang memimpin perubahan ini? Remaja Maroko, yang kini telah sadar bahwa mereka bukan sekadar penerima keadaan, tetapi penentu arah bangsa.
Pada 4 September 2025, Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Kongo (DRC) resmi menyatakan adanya wabah baru…
Gelombang Besar dalam Industri Musik Industri musik internasional kembali digemparkan oleh kabar mengejutkan: T.O.P resmi…
Timnas Indonesia menatap dua laga krusial dalam misi lolos ke Piala Dunia 2026. Berikut jadwal…
Buah Semangka bukan hanya buah penyegar di cuaca panas, tapi juga superfood yang menyimpan 7…
Kondisi jalan rusak di Gorontalo memaksa warga mengangkut jenazah dengan motor menuju rumah duka. Potret…